Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Harta Karun Kuno dari Perairan Nusantara Dipajang di Galeri Warisan Maritim

Diperbarui: 9 Mei 2017   05:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koleksi yang dipajang di lantai (Foto: Djulianto Susantio)

Perairan Nusantara kita sangat luas. Sejak lama nenek moyang kita telah berdagang dengan bangsa-bangsa mancanegara. Kadang kita yang ke sana. Kadang mereka yang ke sini. Bahkan perairan kita sangat strategis, karena terletak di antara dua benua dan dua samudera besar. Maka sejak ratusan tahun bahkan ribuan tahun lalu, perairan Nusantara sering dilalui atau disinggahi kapal-kapal  mancanegara.

Musibah memang bisa terjadi mana saja dan kapan saja. Kapal-kapal dagang yang berlayar ke Nusantara atau melewati Nusantara, tercatat banyak yang mengalami bencana. Ada yang menabrak karang, mungkin ada yang terbalik kena badai, bisa jadi karena alasan teknis seperti layar robek atau bocor. Bahkan ada yang tenggelam karena peperangan. Maklum, saingan dagang kala itu memang ketat.

Rupanya bangsa Barat, seperti Spanyol, Belanda, dan Inggris sangat teliti. Mereka mencatat perjalanan kapal-kapal dagang mereka ke mana dan membawa apa. Kapal-kapal yang tidak kembali inilah yang mereka identifikasi sebagai kapal karam.

Sejak lama memang diketahui banyak kapal kargo tenggelam di perairan Nusantara, termasuk junk atau kapal Tiongkok. Para nelayan amatirlah yang dipandang berjasa. Terutama setelah pada jaring mereka tersangkut sejumlah benda kuno. Cerita dari mulut ke mulut menyebabkan pengambilan benda-benda kuno dari dasar perairan sangat marak. Bahkan harta-harta berharga itu pernah dikuras dari perairan Nusantara oleh sindikat internasional yang bermodal besar dengan peralatan canggih.  

Harta karun laut

Benda-benda kuno itu sering disebut harta karun laut. Karena bernilai ekonomis, artinya laku dijual di pasaran, sementara di pihak lain pemerintah tidak punya dana untuk mengeksplorasi kapal tenggelam, maka dilakukan kerja sama bagi hasil antara pemerintah dengan swasta. Benda-benda tersebut dikenal sebagai Benda Berharga Asal Muatan Kapal yang Tenggelam, lazim disingkat BMKT.

Sejak 2015 pemerintah mengeluarkan moratorium, artinya tidak boleh lagi ada penjualan BMKT. Eksplorasi BMKT pun dilarang. Semuanya kemudian berganti istilah Warisan Budaya Bawah Air (WBBA).

Lemari pajangan yang terlalu tinggi (Foto: Djulianto Susantio)

Saat ini masih banyak BMKT disimpan di gudang milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sebagian koleksi-koleksi itu kemudian dibuat tempat khusus. Lokasinya di Gedung Mina Bahari IV lantai 2, di Jalan Medan Merdeka Timur. Namanya Galeri Warisan Maritim. Untuk sementara galeri ini menghadirkan koleksi muatan kapal kargo dari perairan Belitung, Cirebon, dan Pulau Buaya (Riau). Setelah diidentifikasi oleh para arkeolog, muatan itu bertarikh abad ke-9 hingga ke-13.

Kargo Belitung, Cirebon, dan Pulau Buaya

Kargo Belitung ditemukan pada 1998 di perairan Selat Galasa, sekitar 1,6 kilometer dari lepas pantai di kedalaman 16 meter dari permukaan laut. Menurut arkeolog dari Puslit Arkenas Sonny C. Wibisono, eksplorasi dilakukan pada 1998 itu juga dan dilanjutkan pada 1999. Kapal ini diidentifikasi sebagai kapal kuno Arab dhow.

Kargo Cirebon ditemukan pada 2004. Struktur bangkai kapal yang masih tersisa sepanjang 21,80 meter dan lebar 10,40 meter. Mungkin menunjukkan teknik pembuatan kapal dari wilayah Asia Tenggara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline