Apalah arti sebuah nama, bunga mawar diganti dengan nama apa pun tetap berbau harum, begitu kira-kira sastrawan besar Shakespeare pernah bilang. Meskipun begitu, nama tetap merupakan jati diri agar mudah dikenal. Seperti halnya manusia, pada awalnya prasasti pun belum memiliki nama.
Prasasti merupakan sumber sejarah kuno Indonesia. Umumnya dipahat pada batu atau logam menggunakan aksara dan bahasa kuno, seperti Jawa Kuno, Sunda Kno, dan Bali Kuno. Kebanyakan prasasti sudah berusia sekitar 1.000 tahun.
Nama tempat dan lokasi penemuan
Nah, siapakah yang memberi nama pada prasasti, mengingat prasasti dipahat menggunakan aksara dan bahasa kuno? Tentu saja epigraf atau ahli membaca prasastilah yang berperan. Ada empat pertimbangan untuk memberi nama pada prasasti.
Pertama, berdasarkan nama tempat yang disebutkan dalam prasasti tersebut. Umpamanya Prasasti Kudadu, mengenai peresmian Desa Kudadu menjadi sima (tanah yang dilindungi) dan Prasasti Tuhanaru, mengenai hak sima bagi Desa Tuhanaru. Contoh lain Prasasti Balingawan I, tentang peresmian tegal di Gurubhakti menjadi sima oleh Dapunta Ramyah dan Dapu Hyang Bharti atas permohonan penduduk Balingawan. Nah, karena lanjutan prasasti itu ternyata dipahatkan di belakang arca Ganesha yang kini disimpan di Museum Nasional Jakarta, maka prasasti yang pertama disebut Prasasti Balingawan I. Prasasti selanjutnya disebut Prasasti Balingawan II.
Kedua, berdasarkan lokasi penemuan prasasti tersebut. Misalnya Prasasti Tugu, disebut demikian karena prasasti tersebut ditemukan di Kampung Tugu, Jakarta; Prasasti Pasir Koleangkak, ditemukan di Bukit Pasir Koleangkak; dan Prasasti Ciaruteun, ditemukan di tepi Kali Ciaruteun.
Nama raja dan nama bangunan suci
Ketiga, berdasarkan nama raja atau pejabat yang mengeluarkan prasasti tersebut. Contohnya Prasasti Gajah Mada, mengenai peresmian sebuah caitya (tempat pemujaan) oleh Patih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit.
Keempat, berdasarkan nama bangunan suci yang disebutkan dalam prasasti. Misalnya Prasasti Wintang Mas, yang isi pokoknya mengenai pendirian bangunan suci Wintang Mas.
Kelima, berdasarkan bentuk prasasti. Contohnya prasasti batu yang ditemukan di Surabaya. Prasasti itu berbentuk seperti bak penampungan air dan hanya bertuliskan akin parayya 948. Karena itulah prasasti tersebut dinamakan Prasasti Bak Air.
Selera si peneliti