Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Selain Buat Perang, Meriam Lela Pernah Digunakan Sebagai Mas Kawin

Diperbarui: 17 Maret 2017   20:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meriam beroda koleksi Museum Nasional (Foto: Djulianto Susantio)

Kalau ada pertanyaan museum mana yang paling banyak koleksinya, jawabannya pasti Museum Nasional. Museum ini dikenal juga dengan nama Museum Gajah. Malah pada 1960-an dijuluki Gedung Jodoh karena saat itu objek wisata yang paling ramai adalah museum ini. Jadi digunakan untuk bercengkerama antara muda mudi. Museum Nasional terletak di Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 12, persis di seberang halte Transjakarta. Bilang saja turun di halte Monumen Nasional atau Monas.

Ada lebih dari 100.000 koleksi di museum ini berupa keramik, mata uang, prasasti, arca batu, benda logam, dan masih banyak lagi. Berhubung banyaknya koleksi, saya coba perkenalkan satu per satu. Kali ini tentang meriam kuno.

Generasi sekarang pasti belum paham tentang meriam. Memang zaman sudah maju, jadi meriam tidak digunakan lagi. Nah, meriam merupakan senjata untuk berperang atau mempertahankan diri. Bahannya terbuat dari logam. Bentuknya agak panjang, sehingga digunakan untuk menembak jarak jauh. Meriam memiliki berbagai bentuk dan ukuran.

Eropa

Dulu meriam banyak digunakan di Eropa untuk berperang. Kemungkinan meriam pertama kali digunakan oleh tentara Inggris ketika berperang melawan Prancis pada 1436. Ketika itu jenis meriam yang digunakan berukuran kecil terbuat dari besi yang diberi alas kayu. Ukurannya hampir sama dengan senapan biasa dan dapat dibawa dengan mudah. Banyak orang menyebutnya meriam tangan atau senapan. Setelah itu meriam mengalami perkembangan dalam bentuk, ukuran, dan bahan. Tentunya disesuaikan dengan kemajuan teknologi.

Masyarakat Nusantara mulai mengenal meriam pada abad ke-16 ketika bangsa Portugis datang ke sini. Untuk melindungi diri dari serangan musuh ataupun bajak laut, bangsa Portugis melengkapi kapal dagangnya dengan meriam. Bahkan meriam itu digunakan untuk menaklukkan dan merebut sejumlah kerajaan di Nusantara, terutama yang kaya dengan komoditas perdagangan seperti rempah-rempah. Begitu pula kapal-kapal dagang dari Spanyol, Belanda, Inggris, dan Prancis, datang ke Nusantara dilengkapi meriam.

Meriam koleksi Museum Nasional (Foto: Djulianto Susantio)

Keunggulan meriam sebagai senjata andalan, mendorong beberapa kerajaan di Nusantara berusaha memiliki meriam. Ada yang membuat sendiri meskipun dalam bentuk sederhana. Ada pula merebut dari pihak lawan. Sejumlah meriam merupakan hadiah dari negara-negara sahabat.

Bentuk

Seperti halnya benda-benda lain, meriam pun memiliki bentuk beragam. Bentuk meriam kuno dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu meriam bumbung, meriam coak, dan meriam lela.

Menurut kegunaannya, meriam dibedakan menjadi tiga jenis pula, yakni meriam kapal, meriam benteng, dan meriam artileri atau penyerangan benteng. Biasanya meriam kapal berlaras pendek dan berukuran besar sehingga tidak banyak memakan tempat. Bahkan dapat menembak lebih jauh dan lebih tepat.

Meriam benteng berukuran paling besar dan paling berat. Biasanya ditempatkan di setiap sudut benteng yang strategis. Bisa juga ditempatkan di sepanjang pantai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline