Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Relief Karmawibhangga Membuktikan Candi Borobudur Bukan Dibangun Oleh Nabi Sulaiman

Diperbarui: 28 Desember 2016   12:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara suami tertidur, seorang istri bermesraan dengan pria lain. Ada pula pembunuhan dengan pedang. Kedua perbuatan itu mendapat siksaan di neraka (Dok. Direktorat Purbakala)


Kalau saja Raffles tidak berminat pada sejarah dan kebudayaan Indonesia, mungkin Candi Borobudur masih diliputi kegelapan. Raffles adalah Gubernur Jendral Inggris di Hindia Belanda (1811-1815). Dia berkedudukan di Jakarta tapi banyak berkeliling Pulau Jawa. Sebagai ilmuwan, Raffles menulis buku History of Java.

Pada 1814 ketika sedang berkunjung ke Semarang, dia mendapat laporan adanya sebuah candi di Desa Bumisegoro dekat Magelang. Karena berapresiasi, dia segera menugaskan Cornelius untuk melakukan penyelidikan. Di sana Cornelius menjumpai adanya sebuah bukit yang ditumbuhi pohon-pohon rindang dan semak-semak belukar. Di antara tumbuh-tumbuhan itu tersembul sejumlah batu berukir.

Dibantu sekitar 200 penduduk desa, Cornelius menebangi pohon, membakari semak belukar, dan menyingkirkan puing-puing bangunan. Hampir dua bulan lamanya mereka bekerja. Namun ujud utuh bangunan masih belum berhasil diketahui.

Pada 1817 hingga 1825 diadakan lagi pembersihan. Baru pada 1835 Borobudur kelihatan sebagai bangunan yang berdiri megah. Hartmann, yang waktu itu menjabat Residen Kedu, berhasil mengubah pemandangan di Desa Borobudur. Desa yang tadinya sepi, sejak adanya Borobudur menjadi ramai. Bahkan, masyarakat sekitar banyak mendapatkan bahan bangunan ideal dari lokasi ini. Maka, untuk menyelamatkan candi ini, pemerintah melakukan usaha pemotretan dan penggambaran tangan. Bahan-bahan inilah yang kemudian diterbitkan oleh Leemans menjadi buku monografi (1873).

Namun Candi Borobudur masih tetap terlantar. Batu-batunya tetap berantakan di halaman. Maka pada 1882 ada sebuah usulan untuk membongkar seluruh bangunan dan memindahkan semua reliefnya ke dalam museum khusus. Tapi usulan itu tidak diterima karena dianggap terlalu berisiko untuk kelestarian bangunan. Sebagai tindak lanjutnya,  pada 1900 terbentuk Panitia Penyelamatan Candi Borobudur diketuai Th. van Erp. Berkat van Erp lah, Borobudur menjadi tersohor, meskipun masih ada kekurangan di sana sini. Pemugaran Candi Borobudur pra-kemerdekaan selesai pada 1911.

Banyak pakar menilai pemugaran van Erp memiliki sejumlah kesalahan prosedur. Lagi pula ketika itu teknik dan peralatan konstruksi, masih belum semaju tahun-tahun pasca-kemerdekaan. Maka pasca-kemerdekaan dilakukan lagi pemugaran terhadap Candi Borobudur. Kegiatan ini berawal pada 1971. Ketika itu banyak negara yang tergabung dalam UNESCO, bahu-membahu memberikan sumbangan. Lebih dari 20 negara terlibat dalam pemugaran itu. Akhirnya purnapugar Candi Borobudur diresmikan pada Februari 1983. Begitu kisahnya sebagaimana tertulis dalam dua buku karya arkeolog pertama bangsa Indonesia, R. Soekmono. Kedua bukunya itu berjudul Satu Abad Usaha Penyelamatan Candi Borobudur (1973) dan Candi Borobudur, Pusaka Budaya Umat Manusia (1978).

Karmawibhangga

Sebagai candi terbesar, tentu saja banyak fakta dan misteri menarik tentang Candi Borobudur. Beberapa misteri belum terungkap sampai sekarang, di antaranya persoalan  relief Karmawibhangga.  Saat ini relief tersebut memang tidak bisa dilihat secara langsung. Lokasi relief ini dikenal sebagai ’kaki tertutup’ Candi Borobudur.  

Adanya relief Karmawibhangga diketahui secara tidak disengaja pada 1885. Saat itu Yzerman tengah melakukan penyelidikan. Tiba-tiba ketika sedang membongkar batuan pada salah satu sudut di bagian bawah, Yzerman mendapatkan relief-relief ’aneh’. Itulah yang dikenal sebagai kaki candi asli. Pada  1890-1891, penutup relief dibongkar dan diteliti oleh Ijzerman, sementara Kasijan Cephas memotret relief itu.  

Pembuat dosa tengah dihukum. Mereka menjadi merpati, burung merak, kuda, kerbau, dan kijang (Dok. Direktorat Purbakala)

Pada zaman pendudukan Jepang (1943), batu penutup relief di bagian tenggara dibongkar secara sembarangan oleh seorang pembesar Jepang.   Ketika itu beredar isu bahwa relief tersebut berupa gambar-gambar tentang situasi neraka.  Namun penutupan kembali tidak sempurna, sehingga banyak batu tercecer. Hingga saat ini, terdapat tiga panel dalam kondisi terbuka.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline