Ada kepercayaan dari generasi tua bahwa kalau pacaran jangan pergi ke candi. Entah apa yang menjadi dasar, yang jelas kata mereka ‘nanti gampang putus’. Nyatanya pesan sakti tersebut sering diabaikan para generasi muda. Mereka malah hampir selalu memanfaatkan waktu ke Candi Plaosan, sekitar satu kilometer dari Candi Prambanan, untuk memadu kasih. Justru mereka yakin kalau tuah dari Candi Plaosan bakal melanggengkan cinta mereka. Tuah Candi Plaosan juga dipercaya akan merukunkan suami istri yang sering berselisih dan memberikan jodoh bagi para lajang.
Konon, guna mendapatkan tuah cinta kasih tersebut, pengunjung yang datang ke candi ini harus membawa sesaji berupa bunga dan dupa wangi. Selain itu wajah harus senantiasa memancarkan kegembiraan hidup ditambah bertingkah laku pantas. Entah sejak kapan kepercayaan seperti itu timbul di kalangan masyarakat. Yang jelas Candi Plaosan memang menggambarkan kerukunan cinta antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani. Rakai Pikatan berasal dari Wangsa Sanjaya yang beragama Siwa (Hindu), sementara Pramodawardhani adalah putri raja dari Wangsa Sailendra yang menganut agama Buddha.
Candi Plaosan ditemukan pada 1867. Penelitian pertama dilakukan oleh Ijzerman pada 1909. Beberapa kali pemugaran pernah dilakukan di sana oleh pemerintah Hindia Belanda. Pemugaran pertama oleh pemerintah RI dilakukan pada 1962 terhadap candi induk.
Epigraf J.G. de Casparis mengatakan bahwa kompleks Candi Plaosan didirikan pada pertengahan abad ke-9, antara tahun 825-850. Pendapat Casparis berdasarkan data prasasti, gaya seni, dan arsitektur bangunan. Sejumlah tulisan yang menunjukkan hal itu antara lain berbunyi Anumoda Sang Sirikan Pu Surya (hadiah dari Sirikan – Pu Surya) dan Anumoda Sri Kahulunan (hadiah Sri Baginda Putri).
Disimpulkan bahwa Sri Kahulunan adalah putri raja yang disebut dalam prasasti Karangtengah (824 M) dan Tri Tepusan (842 M), yaitu putri Raja Sailendra Pramodawardhani. Pendapat lain mengatakan candi tersebut dibangun sebelum masa pemerintahan Rakai Pikatan. Menurut arkeolog UGM, Anggraeni, yang dimaksud dengan Sri Kahulunan adalah ibu Rakai Garung yang memerintah Mataram sebelum Rakai Pikatan. Masa pemerintahan Rakai Pikatan dinilai terlalu singkat untuk membangun candi sebesar Plaosan. Rakai Pikatan membangun candi perwara setelah masa pembangunan candi utamanya (www.candi.pnri.go.id).
Kompleks Percandian
Candi Plaosan adalah sebutan untuk kompleks percandian yang terletak di Dukuh Plaosan, Kecamatan Prambanan, Jawa Tengah. Adanya kemuncak stupa, arca Buddha, dan candi-candi perwara yang berbentuk stupa, menandakan bahwa Candi Plaosan adalah candi Buddha.
Kompleks Candi Plaosan terdiri atas Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul. Keduanya sering disebut Candi Kembar. Bentuk Candi Plaosan Lor lebih besar dan utuh daripada Plaosan Kidul. Candi Plaosan Lor memiliki dua candi utama. Candi yang terletak di sebelah kiri (di sebelah utara) dinamakan Candi Induk Utara dengan relief yang menggambarkan tokoh-tokoh perempuan. Sementara candi yang terletak di sebelah kanan (selatan) dinamakan Candi Induk Selatan dengan relief menggambarkan tokoh-tokoh lelaki. Kedua candi induk dikelilingi oleh 116 stupa perwara dan 58 buah candi perwara, ditambah satu bangunan mandapa.
Pada masing-masing candi induk terdapat enam arca Dhyani Boddhisatwa. Walaupun berciri utama agama Buddha, tetapi gaya arsitekturnya merupakan perpaduan antara agama Buddha dengan Hindu.
Sejak abad ke-9 daerah kawasan Candi Prambanan memang dikenal memiliki toleransi beragama yang sangat kental. Kompleks Plaosan dibangun secara gotong royong oleh para penguasa daerah. Nama para penguasa yang menyumbang pembangunan stupa, terukir pada batu dinding bangunan dalam bentuk inskripsi (tulisan pendek).
Denah Plaosan Lor disusun sangat sistematis. Berlainan dengan kebanyakan candi dan kelompok candi di Jawa Tengah yang pintu utamanya menghadap ke arah Timur, Candi Plaosan justru menghadap ke arah Barat. Kiblat seperti ini biasanya hanya dijumpai pada candi-candi di Jawa Timur.