Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Kisah Moewardi, Dokter Gembel dengan Bayaran Sukarela

Diperbarui: 21 Oktober 2016   08:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Panggung tempat pembukaan pameran. Dokpri

Selasa siang lalu ketika sedang berkunjung ke Museum Seni Rupa dan Keramik di Jakarta Kota, telepon genggam saya berbunyi. “Pak, Kamis, 20 Oktober 2016 kami mengundang bapak untuk acara pembukaan pameran tokoh Dokter Moewardi. Undangan akan kami kirim lewat surat elektronik,” begitu kata staf Museum Sumpah Pemuda. Sorenya saya cek memang surat elektronik sudah masuk.

Nama dokter Moewardi jelas masih asing di telinga masyarakat. Di Jakarta nama Moewardi hanya diabadikan untuk nama jalan di bilangan Grogol, Jakarta Barat. Dikabarkan, nama Moewardi juga diabadikan sebagai nama jalan di beberapa kota. Di Surakarta, menjadi nama rumah sakit, lengkapnya RSUD Dokter Moewardi.

Pembukaan pameran berlangsung pagi hari, dimulai sekitar pukul 09.00 dengan lagu Indonesia Raya, sambutan, dan doa. Dari situ saya tahu bahwa Dokter Moewardi juga seorang pandu. Pamerannya sendiri bertema “Pengabdian Seorang Dokter Nasionalis” dan akan berlangsung hingga 20 November 2016 di aula Museum Sumpah Pemuda. Oh ya, museum ini beralamat Jalan Kramat Raya No. 106, tidak jauh dari perempatan Senen.

Pandu

Lumayan juga saya mendapat brosur. Dari situ saya tahu Moewardi lahir pada 30 Januari 1907 di Dusun Randu Kuning, Kecamatan Pati Lor, Jawa Tengah. Ia pernah bersekolah di Hollandsch Inlandsche School (HIS) dan Europeesche Lagere School (ELS). Pada 1921 ia tamat dari ELS, lalu melanjutkan ke sekolah kedokteran di Batavia yang populer disebut STOVIA. Moewardi lulus sebagai dokter bumiputera pada 1933.

Panel informasi tentang berbagai kegiatan dokter Moewardi. dokumentasi pribadi

Sebelum di STOVIA, Moewardi pernah menjadi pandu. Ia bergabung dengan Netherlands Indische Padvinder Vereniging (NIPV) saat menempuh pendidikan ELS di Pati. Ia memutuskan keluar dari NIPV saat di STOVIA karena menolak mengangkat sumpah tunduk dan taat kepada Ratu Belanda pada 1925.

Selepas itu Moewardi bergabung dengan Jong Java Padvinder (JJP). Pada 1929 nama JJV diubah menjadi Pandu Kebangsaan. Selanjutnya Pandu Kebangsaan, Pandu Sumatera (PPS), dan Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO), melebur menjadi Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) pada 1930.

Dokter

Dari brosur diketahui pula Moewardi pernah mengabdi sebagai dokter. Sampai masa pendudukan Jepang, ia bertugas di CBZ, sekarang RSU Cipto Mangunkusumo. Ia pernah membuka praktek di Jalan Raden Saleh dengan bayaran sukarela. Begitu juga ketika berpindah ke Jalan Teuku Cik Ditiro.

Dokter Moewardi terkenal dengan sebutan Dokter Gembel. Ia memang senang bergaul dengan gembel daripada golongan atas. Tempat nongkrongnya di Tanah Abang (1930).

Pernak-pernik warisan dokter Moewardi. dokumentasi pribadi

Dari Jakarta Dokter Moewardi pindah ke Surakarta. Ketika itu ia mendapat tugas dari pemerintah untuk mendirikan sekolah kedokteran di Rumah Sakit Jebres. Keterlibatan Dokter Moewardi dalam bidang pendidikan kedokteran berlangsung hingga digabungkannya pendidikan kedokteran di Surakarta dan di Klaten yang kemudian diadopsi menjadi sekolah pendidikan kedokteran di Universitas Gadjah Mada pada 1949.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline