Lihat ke Halaman Asli

Djulianto Susantio

TERVERIFIKASI

Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Mengenang Bapak Permuseuman Indonesia, Moh Amir Sutaarga

Diperbarui: 16 Oktober 2016   11:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Moh. Amir Sutaarga. Sumber: Museum nasional

Mendengar atau membaca nama Moh. Amir Sutaarga, jelas tidaklah familiar. Soalnya, bidang yang digeluti Amir, bukanlah termasuk ilmu populer. Hanya sebagai olok-olok nama ’museum’ sangat dikenal. Amir merupakan orang Indonesia pertama yang meletakkan dasar-dasar ilmu permuseuman.

Masuknya Amir ke dunia permuseuman terbilang ‘kecelakaan’. Sebenarnya cita-cita Amir kecil adalah belajar perkapalan di Belanda. Namun karena pecah perang pada 5 Maret 1942, cita-citanya menjadi hancur. 

Akibatnya ketika bersekolah di Taman Madya Yogyakarta, dia memasuki dunia militer untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Selama beberapa bulan Amir bergerilya bersama teman akrabnya, Uka Tjandrasasmita, yang kemudian dikenal sebagai arkeolog.

Amir Sutaarga muda (Koleksi Museum Nasional)

Karena kecerdikannya, Amir ditugaskan di bagian intelijen. Sebagai perwira penghubung, dia ditunjuk mengatur siasat. Pada 1947, ketika berusia 19 tahun, pangkat kemiliteran Amir sudah tinggi, yakni Letnan Dua pada divisi Siliwangi. Amir sendiri lahir pada 5 Maret 1928 di Kuningan, Jawa Barat.

Menjadi redaktur penerbitan

Pada 1948 Amir ditawan Belanda selama beberapa bulan. Tahun itu juga ayahnya yang berprofesi sebagai pamongpraja meninggal. Sang ayah hanya sempat berpesan kepada Amir, ”Kamu jangan masuk pamongpraja atau polisi karena tidak menurunkan ilmu”. 

Amir yang sedang bingung kemudian bertemu van der Hoop, seorang ilmuwan di Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW). Hoop lah yang mengajak Amir ke Jakarta. Kelak, Amir belajar sekaligus menularkan ilmu di bidang etnologi atau ilmu bangsa-bangsa. Jadi Amir merasa telah mematuhi pesan ayahnya.

Amir Sutaarga, 2012

Tahun 1952 Amir diangkat van der Hoop menjadi redaktur penerbitan. Di situlah Amir mulai menuangkan gagasan tentang museum melalui tulisan. Para ilmuwan di BGKW sangat senang dengan kepintaran Amir. Maka pada 1955 Amir dihadiahi beasiswa untuk belajar museum di Eropa Barat.

Selepas dari Eropa, pada 1958 Amir memasuki Jurusan Antropologi UI. Sambil menuntut ilmu, dia aktif di Lembaga Museum Nasional. Dia bahu-membahu memperkenalkan dunia permuseuman dan kepurbakalaan dengan R. Soekmono, arkeolog pertama bangsa Indonesia, yang waktu itu menjabat Kepala Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional.

Ketika pada 1962 Museum van Het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen diserahkan kepada pemerintah, Amir diangkat menjadi Kepala Museum Pusat, yang sekarang menjadi Museum Nasional. 

Lepas dari Kepala Museum Pusat, Amir menjadi Direktur Permuseuman. Sebenarnya setelah itu, Amir dicalonkan oleh Angkatan Darat menjadi Direktur Jendral Kebudayaan, namun Amir menolak secara halus. “Berikan saja jabatan itu kepada orang-orang pintar,” katanya.

Ada kejadian yang tidak bisa dilupakan Amir ketika menjabat Kepala Museum Pusat. Suatu pagi pada 1963 datang seorang ‘polisi’ dengan ‘kendaraan dinas’. Sewaktu para pekerja masih mengepel lantai, ‘polisi’ tadi menodongkan pistol. Ruang khasanah digerayanginya. Akibatnya, sejumlah koleksi perhiasan emas diambil si perampok. Ternyata si perampok itu adalah penjahat besar bernama Kusni Kasdut yang kemudian dihukum mati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline