Lihat ke Halaman Asli

Berkaca Dari Tragedi Bima-NTB

Diperbarui: 25 Juni 2015   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kian hari penguasa negeri ini kian merajalela terhadap rakyatnya, dan pantas banyak rakyat yang ingin menggugat cerai negerinya sendiri untuk kemudian mencari negeri impian lain. Entah mengapa semua ini bisa terjadi. Apa iya kebutuhan perut para penguasa sudah begitu keroncongan atau sudah begitu sangat miskinnya mereka hingga tanah rakyat tega digadainya tanpa rasa belasungkawa. Sebenarnya saya ini "eneg"  kalo bicara tentang politik negeri ini yang begitu kacau balau. Tetapi lagi-lagi hati kecil ini selalu terusik ketika melihat kepentingan rakyat mulai terpinggirkan oleh para pemimpinnya sendiri yang rakus. Dan karna dalam Agama yang saya anut hukumnya WAJIB saling mengingatkan, maka lewat forum ini saya hanya ingin memenuhi kewajiban itu sebagai seorang muslim.

Kasus Bima Nusa Tenggara Barat adalah salah satu dari sekian banyak contoh bagaimana para pemegang kekuasaan negeri mulai semena-mena dengan rakyatnya.  Saya tidak habis pikir dengan Bupati Bima yang mengatakan lebih baik saya mati daripada mencabut SK yang telah terlanjur dikeluarkannya yang nyata-nyata telah menyakiti hati banyak rakyatnya. Kalau boleh saya mengingatkan sebagai rakyat NTB, hati-hati pak Bupati... " ucapan itu adalah do'a"  jangan sampai anda mati di atas emas yang anda klaim milik sebagai negara itu.

Ini adalah cermin untuk kita saudara-saudaraku yang ada di Lombok Timur khususnya di Desa Pohgading dimana disitu ada rumor akan dibuka tambang pasir besi yang luasnya diperkirakan akan menggusur ratusan rumah rakyat termasuk mungkin rumah saya yang dekat pesisir pantai juga akan kena jika itu memang benar terjadi. Benar kata seorang teman bahwa sepanjang sejarah bangsa ini, tak pernah ada eksplorasi tambang yang mensejahterakan rakyat sebab semua itu memang melawan hukum keseimbangan Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline