Pada mulanya, Maya Tobing, salah seorang puteri saya, mengajak kami berempat (saya, isteri saya dan kedua putera saya) jalan-jalan ke Bandung pada tanggal 27 Februari 2016. Destinasi utama adalah WaroengKopiModjok di Jalan Sersan Bajuri, Bandung. Konon, warung ini sudah kondang di dunia maya sebagai restoran kecil yang banyak dikunjungi para penggemar kuliner. Ditambah dengan suami dan seorang putera Maya, kami bertujuh ingin mencobanya sampai dimana "kehebatan" warung kopi tersebut.
Sekitar pukul 7.00 pagi kami berangkat dari Jakarta menuju Bandung lewat Tol Purbaleunyi. Kami keluar di gerbang tol Sadang untuk kemudian menuju Bandung lewat Subang. Kami tidak langsung masuk ke kota Bandung dengan maksud untuk dapat menikmati pemandangan baru dan lebih bervariasi dibandingkan dengan pemandangan jalan tol Purbaleunyi yang monoton dan membosankan. Dan alasan lainnya adalah untuk menghindari kemacetan lalulintas di dalam kota Bandung yang sudah terkenal tidak terkendalikan.
Karena belum mengetahui secara persis lokasi WaroengKopiModjok tersebut maka berdasarkan panduan GPS dari Waze kami masuk dari Jalan Kolonel Masturi. Nah, pada saat itulah ada petunjuk mengenai lokasi Imah Seniman (secara harfiah berari Rumah Seniman), sebuah restoran yang terletak di alam terbuka. Tambahan kata lainnya adalah "By Bob Doank". Nama restoran ini unik dan menarik. Dan secara kebetulan perut kami pun sudah minta diisi. Kami pun lalu memutar balik, menuju ke restoran yang unik ini.
Ternyata memang tidak mengecewakan. Restoran yang terletak di tengah alam terbuka ini dikelilingi oleh pepohonan yang rimbun, terletak di lembah yang hijau royo-royo. Bahkan, ada sebuah pohon flamboyan yang mungkin usianya sudah sangat tua karena akar-akarnya yang besar dan kokoh sangat menonjol. Luas lahan yang mengelilingi restoran ini sekitar 15 hektar (HA). Didirikan pada tahun 2008 oleh Bob Doank, seorang seniman lukis dan juga pemilik Restoran Sapulidi yang sudah terkenal serta sebuah restoran lainnya di Ubud, Bali.
Ternyata Imah Seniman ini bukan hanya sebuah restoran tetapi juga menyediakan penginapan yang dinamakan Saung Leuweung (Pondok Hutan) yang terdiri dari 15 unit junior suite room, 16 unit suite room, 2 unit khusus untuk pengantin baru (honeymoon room), dan 22 unit executive room yang sebagian sedang direnovasi dan akan direlokasi dalam menghadapi Lebaran. Tarifnya per malam antara Rp 600.000,-s/d Rp 1.000.000,- (week-days) dan Rp 750.000,-s/d Rp 1.400.000,- (week-ends). Disamping Saung Leuweung ada juga i unit villa Kayu dengan tarif Rp 1.750.000,- (week-days) dan Rp 2.500.000,- (week-ends), 9 unit kamar Hotel Serenity dengan tarif Rp 600.000,- (week-days) dan Rp 750.000,- (week-ends), dan 1 unit villa Batu dengan tarif Rp 1.500.000,- (week-days) dan Rp 1.750.000,- (week-ends). Fasilitas yang tersedia adalah kolam renang, spa, reflexiology, accupressure dengan lapangan parkir yang memadai.
Dan yang lebih penting lagi makanan (dahareun, bahasa Sunda) yang terdiri dari 3 paket, yaitu Paket A : Paket Rame-Rame meliputi Ayam Kahaseupan (Ayam Kena Asap), Ikan Bakar Daun, Gepuk, Buncis Ka Oncoman (buncis pakai oncom), Jamur Jadi Ngeunah (jamur jadi enak), Salada Kakacangan (selada pakai kacang-kacangan), Tahu Tepung, Lalab Sambel, Nasi Sangrai (nasi yang disangrai) dan Teh Tawar dengan harga Rp 420.000,- Kami memilih paket ini untuk 7 orang dan ternyata seluruh hidangan habis-tandas, kecuali nasinya yang masih tersisa. Menu tambahan diluar paket adalah Nasi Timbel. Paket lainnya adalah Paket B : Paket Babarengan (bersama-sama) terdiri dari 7 masakan dengan harga Rp 380.000,- dan Paket C : Paket Saeutikan (lebih sedikit) terdiri dari 7 menu juga dengan harga Rp 320.000,-. Jadi kita tinggal memilih paket mana yang sesuai dengan jumlah orang yang ingin menikmatinya.
Disamping paket makanan tertsebut tentu ada makanan lainnya yang tersedia seperti nasi timbel yang kami tambahkan dalam menu kami. Kami makan dalam saung yang diberi nama Ciburial dengan cara lesehan, demikian pula dengan saung makan lainnya yang terdiri dari 8 unit. Tempat makan lainnya berada di udara terbuka. Makanan camilan yang tersedia dalam gubuk-gubuk kecil adalah surabi (serabi), bandrek, bajigur. Ada seorang penjual gulali yang membuat gulali tiup berupa kuda, bunga dan lain-lain untuk nostalgia bagi anak-anak jaman dahulu (jadul). Yang lebih menarik adalah restoran ini memberdayakan penduduk kampung sekitar dengan merekrut mereka untuk bekerja sebagai karyawan disini.
Hal lain yang membuat kami penasaran adalah nama restoran tersebut : Imah Seniman (Rumah Seniman). Dimana gerangan senimannya ? Ternyata seniman tersebut berada di sebuah rumah sederhana dalam jajaran saung-saung makanan tersebut. Di tengah-tengah puluhan lukisan yang bertaburan di sekitarnya, duduklah Peter Marvi, pelukis Bandung yang terkenal itu. Ia ditemani oleh Widi Gustiar, pelukis terkenal lainnya. Konon, Bob Doank juga seorang pelukis terkenal yang bersama-sama dengan pelukis lainnnya bermarkas disini. Katanya, sanggar ini akan direlokasi karena tempatnya yang sekarang akan diubah menjadi saung tempat makan sebagai tambahan dengan yang sudah ada sekarang.
Setelah kenyang makan di restoran ini kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke destinasi utama yaitu WaroengKopiModjok. Ternyata lokasi warung ini terletak di seberang Pondok Hijau Residence, Jalan Sersan Bajuri. Bangunannya sangat sederhana. Luasnya sekitar 300 m2 dan berdiri diatas tanah sekiatr 900 m2. Bangunannya hanya terbuat dari papan bekas peti. Kursi-kursinya adalah drum-drum bekas ukuran sedang dengan tinggi 50 cm. Meja-mejanya terbuat dari papan bekas pakai, betul-betul sederhana. Tempat minumnya terdiri dari cangkir kecil terbuat dari enamel dan mug besarnya terbuat dari aluminium. Tetapi menunya luar biasa. Minumannya terdiri dari berbagai kopi (Arabica, Robusta, Cappucino, Expresso, Luwak (paling mahal, yaitu Rp 50.000,- per gelas), cokelat, susu, jahe, kentang goreng, berbagai nasi goreng, berbagai steak, pisang goreng, dan lain-lain. Pokoknya makanan dan minuman apapun ada disini, kecuali karedok dan nasi timbel, barangkali. Dan harganya pun ternyata sangat ekonomis dan makanannya sesuai dengan selera siapa saja.
Dan yang datang kesini tak putus-putusnya. Kursi yang tersedia didalam dan diluar warung dengan 11 tenda payung barangkali sekitar 80 sampai dengan 100-an. Pengunjungnya yang mengantre terdiri dari tua-muda, berkendara mobil dan motor yang berjejer di pinggir jalan di seberang warung. Konon, warung ini baru dibuka sejak tiga bulan yang lalu, namun telah memiliki daya tarik luar biasa. Dan yang istimewa adalah para pramusajinya terdiri dari anak-anak muda yang gesit-gesit. Keingintahuan kami akhirnya terpuaskan setelah menikmati makanannya. Artikel ini bukanlah promosi atau advertorial bagi kedua restoran tersebut, melainkan hanya sekedar informasi saja yang barangkali dapat bermanfaat bagi yang menggemari kuliner yang ada di kota Bandung.