Lihat ke Halaman Asli

Ucu Nur Arief Jauhar

Pengangguran Profesional

Dongeng Kapten Morgel, Pandangan Carbon terhadap Kesultanan Banten

Diperbarui: 7 September 2018   03:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam naskah tua Mertasinga Cirebon, ada dongeng tentang Kapten Morgel. Dongeng ini dimuat dalam Pupuh XVII.10-XVII.24, XVIII.02-XVIII.07, LII.12-LII.18, LV.17-LV.22, LVIII.12-LVIII.16, LIX.07-LIX.11, LIX.11-LIX.16, LIX.16-LIX.20, dan LXX.20-LXXI.11. Dongeng orang Belanda keturunan Sunda-Pajajaran yang ditakdirkan mengalahkan Kesultanan Banten dan menguasai raja-raja Jawa.

Kapten Morgel atau sekarang lebih sering disebut Kapten Mur (Mor), berasal dari kata Portugis; Capitao Mor. Kapten Morgel adalah sebutan untuk panglima tertinggi. Di era VOC di Hindia Belanda, Kapten Morgel adalah sebutan untuk pejabat Gubernur Jenderal. Misalnya Kapten Mur Jangkung atau Kapten Morgel Jangkung yang berasal dari nama Jan Coen yang dibaca Jangkung.

Kapten Morgel di era Hindia Belanda (VOC), tentunya tidak satu. Karena Gubernur Jenderal Hindia Belanda banyak. Kapten Morgel yang diceritakan naskah Mertasinga kemungkinan mulai dari Pieter Both, Gerard Reynst, Lauren Reael dan Jan Pieterszoon Coen (Jangkung).

Dalam Pupuh LXX.20-LXXI.11 disebutkan seorang Belanda bernama Kapten Morgel yang mendamaikan peperangan antara Kesultanan Banten dengan Kerajaan Mataram. Peperangan ini disebabkan pengangkatan Pangeran Ratu menjadi Sultan Banten oleh Sultan Mekah (Syarif Mekah sebagai otorisasi Kesultanan Turki dengan gelar Sultan Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir).

Raja Mataram murka dan tidak menerima pengangkatan Sultan Banten ini. Dalam pandangannya, setiap pengangkatan Sultan harus ada izin dari Mataram. Maka terjadilah peperangan Banten dan Mataram dalam beberapa tahun yang kemudian didamaikan Kapten Morgel.

Atas jasa mendamaikan ini, Kapten Morgel meminta upah sebidang tanah di Jayakarta untuk mendirikan gudang dan rumah. Permintaan ini dikabulkan Kesultanan Banten dan Mataram. Sementara Kesultanan Banten sendiri diwajibkan mengirimkan pasukan penjaga setiap tahunnya ke Mataram. Pasukan ini disebut pasukan Tugur.

Ketidak-cocokan Peristiwa

Di sini sebenarnya terjadi ketidak-cocokan peristiwa. Pengangkatan Pangeran Ratu menjadi Sultan di Banten oleh Syarief Mekah terjadi tahun 1638. Sedangkan pendirian pos dagang VOC di Jayakarta terjadi tahun 1610 oleh Pieter Both, Kapten Morgel pertama atau Gubernur Jenderal Hindia Belanda pertama.

Peperangan Banten dan Mataram yang diwakilkan pasukan Carbon terjadi tahun 1648. Sepuluh tahun setelah pengangkatan Sultan Banten. Alasan peperangan pun akibat penolakan Sultan Banten untuk takluk ke Mataram. Peperangan ini dimenangkan Banten. Sekitar 500 pasukan Carbon tewas.

Sedangkan peperangan Banten dan Mataram sebelum pengangkatan Sultan Banten oleh Syarief Mekah, terjadi saat wafatnya Maulana Yusuf tahun 1580. Sebenarnya bukan perang antara Banten dan Mataram, tapi lebih tepatnya perang antara Banten dan Jepara.

Saat itu, Maulana Muhammad pengganti Maulana Yusuf baru berumur 5-7 tahun. Pangeran Jepara bin Pati Unus, ipar Maulana Yusuf merasa lebih berhak atas tahta Kesultanan Banten ketimbang membentuk Wali Raja. Maka datanglah Pangeran Jepara ke Banten bersama pasukannya, termasuk Kiai Demang Laksamana yang ikut perang melawan Portugis di Malaka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline