(Analisa DPA Dinas Pendidikan Provinsi Banten Tahun Anggaran 2011)
Depan kontrakan mang Kasman parkir mobil mewah. Bersih dan mengkilap. Nyelip diantara jejeran gerobak baso, bubur kacang ijo, petis dan gorengan. Kontras sekali. Tak lama 2 orang berjas dan berdasi keluar diantar mang Kasman yang sebentar-bentar membungkuk, mengucapkan terima kasih. Amboy necisnya.
“ehem. Dapat proyek gede nih,” godaku.
“Ah enggak. Mamang mau usaha saja kok,” katanya sambil menarikku ke dalam rumah.
“Ini usaha sudah ada dari jaman Sultan Kenari Banten,” kata mang Kasman meneruskan.
“Usaha apa mang? Jualan jimat kesultanan?,” godaku.
“Huss sembarangan ente kalo bicara. Mamang mau usaha rental kendaraan,” katanya.
“Ha ha ha. Mang mana ada rental kendaraan jaman Sultan Kenari Banten. Mobil saja belum ada, dibilang ada usaha rental kendaraan. Ngawur si mamang mah,” aku tertawa geli.
“Nah ini dia lagak orang yang suka melupakan sejarah. Soal Kesultanan Banten, ente mah tahunya hanya kuburan, shalawat, jampi-jampi pakai bahasa arab, kanuragan, pelet, santet, kiyai-kiyai dan sesuatu yang berhubungan dengan dunia gaib. Tapi tidak pernah mempelajari apa yang terjadi sebenarnya di jaman Kesultanan Banten,” cela mang Kasman sinis.
“Emang ada ya mang rental kendaraan jaman Sultan Kenari Banten? Terus yang direntalin apa mang? Toyota, lexus, jazz atau mercedes?,” godaku sambil menahan ketawa.
“Halah masih enggak percaya. Otakmu itu seperti katak dalam tempurung. Yang namanya kendaraan bukan berarti mobil. Kendaraan jaman dulu itu kuda. Nah, sejak Sultan Kenari Banten, Banten tidak pernah membeli kuda. Tapi menyewa dari peternakan kuda di Bali. Nyewa kuda, bukankah sama dengan ngerental kuda atau bahasa keren sekarang ngerental kendaraan?,” terang mang Kasman.