Lihat ke Halaman Asli

djeng sri

penuliscerita dan freelancer menulis

Cerpen | Lui, Lew i, Loe i

Diperbarui: 9 April 2016   11:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="copyright by bowobagus'p"][/caption]judul: Cerpen | Lui, Lew i, Loe i.

“Nggak! Gak mau pak! Ihhhh”

“Lui!”

Bentakan keras pak Min memampatkan suara dan rontaan Lui. Badanya kini melemah, seperti layaknya kapas. Wajah yang manis memucat dan hanya menyisakan butiran-butiran air mata yang menetes dengan deras.

“Ahh,” aku gelisah, mengacak-acak rambut lalu mencoba menyulut sebatang rokok, sebelum akhirnya membuangnya dengan penuh kata-kata makian,

“Tembakau sialan! Aku tak mau lagi menghisapmu!”

Kejadian itu berlangsung kurang lebih satu tahun yang lalu, dan seperti sebuah picu yang terus menyalak setiap kali ada hari yang tepat untuk menarik dan meledakkannya. Catatan harian kumalku menyiratkan bahwa kejadian pertama berawal ketika Lui mendapatkan teman kelas baru.

“Hai selamat pagi teman-teman, namaku Hari, saya dari Jakarta,” Hari, si teman baru memperkenalkan diri di depan kelas. Lui pun menyambut baik Hari, seperti teman-temannya yang lain. Dan ketika bel pulang berdentang, saat ayah Hari datang menjemputnya, terjadilah peristiwa itu

“Hai, anak manis, aku ayahnya Hari”

“Ahhhhhh... takuttttt takutttttt takuttttt”

Lui berlari ke pojok ruang kelas, menyembunyikan dirinya di balik meja sambil berteriak terus menerus tanpa henti, hingga akhirnya aku, guru wali kelas, datang menenangkannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline