Lihat ke Halaman Asli

Kehancuran Situs Pornografi Berbayar (dan Bukan Itu Saja)

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Revolusi kapitalism terbukti. Pertempuran seru antara industri  kreatif dengan era gratis. era digitalis. era dimana yang legal menjadi tidak legal. dan era kemudahan memperoleh konten yang apapun bisa diinginkan. Kehancuran situs-situs pornografi berbayar, dan musnahnya distribusi konvensional.


Menyebabkan U2 dan Metalica ngambek gak akan membuat lagu lagi selama mp3 ilegal merajai jagat ini (sehebat mereka tetep aja pola pikirnya naif).

Banting stir harus dilakukan sekarang atau kapitalisme akan mati.  dengan tendensi apapun layanan yang bermutu layak diberikan secara geratis. apa!? gratis? yoik. search engine, mapping, images, sampai games adiktif semacam angry bird. lalu finansial apa yang bisa diperoleh jika semuanya gratis?. tunggu dulu bro, perputaran uang harus tetep berjalan, kita nggak akan bisa mendevelop  sesuatu yang hebat jika nggak ada uang, karena disitu ada riset dan pengembangan yang butuh uang nggak sedikit. akhirnya akal-akalan dibutuhkan. contohnya yang dilakukan  Google  Inc. dengan  adsense ataupun adclick yang sudah kesohor itu.

Trus itu baru salah satu contoh gelombang baru kapitalisme era masa kini (ciee...). yang jadi masalah adalah apa yang akan kita lakukan sebagai penghuni negara dunia ke tiga yang terkenal dengan "pengguna/ pembeli" dan bukan "kreator".

Bubarnya retail toko cd dan kaset menjadi bukti bahwa kebutuhan masyarakat akan dunia hiburan sudah bergeser ke era distribusi digital, dan ini bukan main-main, itu baru contoh kasus bisnis rekaman, apa jadinya jika sudah merembet ke dunia  film? budget yang sedemikian besar untuk pembuatan film layar  lebar, tidak berimbang dengan pendapatan dari kapitalisme jumlah penontonnya, dowload film diimbangi dengan perkembangan kecepatan bandwith akses internet, juga membuktikan semakin mudahnya memperoleh akses ilegal.

Dari beberapa kasus diatas mungkin kita hanya bisa bicara menggunakan hati nurani,  penikmat, atau pencuri. lets see; industri musik tanah air, seperti yang dilakukan e-motion sebagai  salah satu distributor yang belum cukup lama malang melintang di industri rekaman jika dibandingkan dengan Aquarius, ataupun Sony Indonesia, etc. e-motion merekrut  band jadi-jadian  (baca: dadakan) untuk di"asuh" menciptakan  lagu yang populis sesuai dengan telinga rakyat indonesia kebanyakan, kemudian mereka mendulang emas lewat bisnis RBT.

DRM nggak menjamin akan keamanan pendistribusian  materi legal. katakanlah situs berbayar download musik seperti Itunestore ataupun sistem sewa menyaksikan tayangan film legal yang dilakuan GoogleTV atau AppleTV, mungkin ini adalah solusi  awal untuk mendapatkan profit HAKI, tapi nun dekat disana (baca: dunia cyber), seperti "mulut lapar" yang siap menyantap apapun yang bisa dibajak dan diunduh.

Solusinya; langkah awal yang mungkin cukup bijasana adalah iklan terselubung! seperti apa yang telah dilakukan Sistem  operasi "bau kencur tapi cabe rawit" seperti android, di situs android market, banyak aplikasi atau games yang disertakan iklan  di setiap aplikasinya, tapi selera kritis pengguna masih tetep saja mengeluh dan menuntut yang gratis juga bebas iklan! trus gimana dong? masak kita pingin dengerin musik dengan  lirik cinta yang diselipkan iklan seperti "...aku masih rindu kamuuuu...tapi minum larutan penyegar cap blablabla ini duluuuu... uuooo uuuoooo.." atau ingin kembali seperti film jaman warkop DKI  era 80an, ketika Dono sedang ngobrol dengan Eva Arnas sambil minum softdrink merek tertentu?.

Banyak solusinya, karena manusia adalah jiwa yang penuh akal dan kreativitas, juga jiwa yang perlu "makan", agar "dapur tetep ngebul" banyak cara bisa digunakan, dan itu adalah bagian dari evolusi, evolusi digital, evolusi yang tetap mepertahankan eksistensi dunia kapitalisme, kapitalisme yang bisa mencampur adukan antara dunia atom (Sandang pangan papan) dengan dunia Bit (digitalism). Caranya?, masukan saja materi advertorial yang berhubungan dengan dunia atom, placement-nya? tentu saja di dunia digital.

Selamat menikmati, era kapitalisme, new cyber media.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline