Berdasarkan data yang saya peroleh dari jatimnow.com sekitar 45% persen pemuda di Indonesia menjadi korban dari kasus Cyber Bullying yang saat ini sedang marak terjadi. Dari data tersebut juga dikatakan bahwa pada tahun 2021 angka dari data pengaduan kasus ini masih cukup tinggi. Berdasarkan data lain yang saya peroleh dari www.voaindonesia.com mengatakan bahwa ada sekitar 3.007 pelajar SMP dan SMA yang menjadi responden dari cyber bullying. Yang berarti hal tersebu rata-rata dialami oleh anak usia remaja, tidak hanya korbannya namu rata-rata pelaku dari cyber bullying juga masih berusia remaja.
Jika kita lihat dari isu diatas menurut saya wajar saja jika rata-rata korban dan pelaku dari cyber bullying adalah remaja, karena usia remaja adalah usia labil yang masih belum begitu mengerti tentang batasan diri dan masih belum begitu paham akan apa yang benar dan apa yang salah. Bisa dikatakan bahwa remaja seperti kita adalah produk imitasi yang memiliki artian bahwa apa yang kita lakukan adalah hasil meniru orang lain, hanya saja kita harus pandai-pandai memilah apa yang baik dan apa yang buruk agar tidak terjerumus.
Tidak menutup kemungkinan bahwa pelaku cyber bullying ini adalah hasil meniru orang lain, karena saat ini terutama di media sosial apapun yang kita unggah akan selalu di kritik oleh orang ntah itu kritik yang membangun atau malah kritikan pedas netizen yang lebih mengarah kepada hujatan. Jika kritik pedas atau hujatan ini dilihat ataupun dibaca oleh remaja yang mungkin kurang mendapat bimbingan dan pengawasan dari orang tua nya maka hal ini bisa saja menjadi awal bagi pelaku cyber bullying melakukan aksinya.
Ada beberapa faktor lain yang menyebabkan remaja menjadi pelaku cyber bullying selain meniru orang lain, mulai dari faktor internal yang berasal dari dalam dirinya sendiri dan juga faktor external yang berasal dari lingkungan. Faktor internal nya antara lain adalah kurangnya rasa percaya diri akan dirinya senditi dan rasa insecure serta iri terhadap kelebihan yang dimiliki orang lain. Faktor eksternal biasanya adalah kurangnya pengawasan dari orang tua, kurangnya pengetahuan tentang hukum yang berlaku.
Pengawasan dan pengarahan dari orang tua selalu menjadi faktor terpenting di dalam kehidupan terutama dalam kasus ini. Pengawasan dan pengarahan dari orang tua sangatlah dibutuhkan terutama di usia remaja, orang tua harus lebih ekstra dalam mengawasi sang anak apalagi dalam kehidupan sosial baik di dunia nyata apalagi di sosial media agar anak tidak terjerumus dan menjadi pelaku cyber bullying.
Jika kita memposisikan diri sebagai korban, maka kita harus benar-benar menjaga pola hidup kita. Terutama di sosial sebaiknya kita membatasi diri kita sendiri dengan tidak gampang mengunggah atau memposting kehidupan pribadi kita. Karena seperti kata pepatah "tidak akan ada asap jika tidak ada api". Begitu pula jika kita bisa bijak dan memilih apa yang pantas dan tidak untuk kita unggah di sosial media maka hal tersebut juga dapat mencegah adanya komentar negatif dan hujatan yang akan dilancarkan oleh para pelaku dari cyber bullying.
Kita sebagai gen z seharusnya malu jika masih melakukan hal seperti cyber bullying, karena jika kita hanya dapat mengkritik orang padahal belum tentu diri kita bisa lebih baik dari orang yang kita kritik apalagi jika kita belum bisa menghasilkan inovasi untuk masa depan maka kita akan termasuk kedalam golongan orang paling rendah. Seharusnya kita sebgai gen z yang digadang-gadang akan menjadi generasi emas Indonesia pada tahun yang akan datang bisa memperbaiki mutu dan kualitas diri kita agar hal yang digadangkan tersebut dapan menjadi kenyataan.
Kita harus bisa menghapus kebiasaan buruk seperti cyber bullying dan menggantinya dengan kebiasaan baru yang lebih baik dan bermanfaat. Seperti halnya membuat inovasi baru lalu kemudian diposting ke sosial media yang kita punya, memberikan motivasi kepada orang-orang melalui sosial media yang kita punya. Jika kita ingin mutu dan kualitas diri kita meningkat maka terlebih dahulu kita harus memperbaiki gaya berosial kita, memperbaiki tutur kata dan bahasa kita baik di kehidupan nyata maupun saat di bersoisal media
Oleh karena itu setelah itu jika kita ingin benar-benar ingin menghapus cyber bullying maka peran orang tua dalam membimbing dan mengawasi anak harus bisa lebih ditingkatkan. Kita sebagai anak pun harus pintar memilih mana yang benar dan mana yang salah serta harus memahami hukum yang berlaku terutama tentang tindakan perundungan cyber. Jika kita berhasil menghapuskan cyber bullying maka generasi yang akan datang akan menjadi generasi dengan pribadi yang berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H