Lihat ke Halaman Asli

Untuk Apa Istilah Asing Itu

Diperbarui: 28 Oktober 2022   14:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanggal 28 Oktober 2022, tepat 94 tahun usia Sumpah Pemuda. Dua butir pertama yaitu Berbangsa Satu dan Bertanahair Satu, sudah tidak masalah lagi. Orang Jawa bebas memilih mukim di luar Jawa. Begitu pula orang luar Jawa bebas mukim di Jawa. Kita juga sudah menjadi bangsa yang satu sekalipun berbeda-beda sukunya. Menjadi orang Indonesia itu sangat terasa ketika berada di luar negeri. Bertemu seorang Indonesia yang belum kita kenal, senangnya bukan main. Ada rasa senasib sepenanggungan. 

Yang masih menjadi masalah adalah penggunaan Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa resmi di pemerintahan, lembaga-lembaga negara, dunia pendidikan dan kegiatan-legiatan resmi lainnya. Bahasa daerah baru digunakan jika bertemu orang sedaerah dan di pasar-pasar yang mayoritasnya dikunjungi masyarakat setempat. Tahun 1987 ketika penulis berada di Bandung, hendak membeli soto di pasar, tukang soto menyapa dalam bahasa Sunda. Setelah tahu bahwa penulis adalah pendatang, barulah tukang soto berbahasa Indonesia.

Yang membuat risau adalah kegemaran sebagian masyarakat kita menyelipkan istilah asing dalam pembicaraan mereka, misalnya sebagai pembawa acara dan nara sumber TV. Banyak sekali istilah asing yang mencuat, padahal ada bahasa indonesianya. Contohnya, kata 'menggali' diganti dengan 'mengexplore', 'sadar' diganti dengan 'aware',  'disebut' diganti dengan'dimention' dan banyak lagi. Tampaknya yang gemar menyelipkan istilah-istilah asing itu ingin menunjukkan bahwa dirinya seorang terpelajar. Padahal tanpa disadari telah merusak keberadaan Bahasa Indonesia. 

Contohlah Bung Hatta ketika menjadi Ketua Delegasi Indonesia dalam KMB di Den Haag, Negeri Belanda. Dalam perdebatan langsung, beliau menggunakan Bahasa Belanda, karena beliau memang mahir berbahasa Belanda. Tapi ketika menyampaikan pernyataan resmi pemerintaah RI beliau menggunakan Bahasa Indonesia. Jadi kalau Anda memang jago berbahasa asing, gunakanlah bahasa itu sepenuhnya seperti yang dilakukan Desy Anwar ketika mewawancarai nara sumber asing di TV. Jangan sepotong-sepotong yang hanya mencederai Bahasa Indonesia.

Mari laksanakan butir ketiga Sumpah Pemuda, yaitu 'Menjunjung  Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia' dengan baik dan benar.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline