Sejumlah koruptor dibebaskan bersyarat baru-baru ini karena dinilai berkelakuan baik dan pantas menghirup udara bebas.
Mereka terdiri atas para mantan: Ketua MK, Menteri, Gubernur dan Jaksa. Para pegiat anti korupsi menyayangkan pembebasan tersebut karena itu berarti korupsi tidak lagi dinilai sebagai 'kejahatan luar biasa'.
Bagaimana pun, pembebasan bersyarat itu tentu merujuk kepada UU yang berlaku.
Ada dua kemungkinan terjadi kepada para koruptor yang dibebaskan bersyarat itu:
Pertama, jera dan tidak lagi melakukan kejahatan yang sama kalau mereka nanti menjadi pejabat publik kembali.
Kedua, balas dendam dengan melakukan korupsi secara lebih rapi sehingga tidak dapat dilacak oleh siapa pun.
Sebagai mantan napi, nama mereka tercoreng sudah. Kecil sekali kemungkinan mereka terpilih kembali untuk menduduki jabatan-jabatan publik.
Jadi semuanya terserah kepada rakyat, apa masih memberi kesempatan kepada mereka untuk menjadi pejabat publik atau tidak.
Sebelum menentukan pilihan, sebaiknya rakyat mengingat apa yang telah dilakukan para koruptor. Mereka merampok uang rakyat untuk memperkaya diri sendiri.
Padahal tingkat kehidupan mereka jauh lebih tinggi daripada rata-rata rakyat Indonesia.
Mereka korupsi karena rakus, mementingkan diri sendiri dan menomorduakan rakyat. Mereka memang tidak pantas menjadi pemimpin rakyat.