Haul Bung Karno, Presiden pertama RI, diselenggarakan di Belitar pada 25 Juni 2018. Selain Megawati Sukarno Puteri, hadir warga PDIP, warga Nahdiyin dan masyarakat Blitar.
Memberi sambutan dalam acara tersebut, Megawati dengan rasa haru mengungkap betapa ayahandanya tercinta ditempatkan dalam sudut gelap sejarah. Padahal beliau adalah pemimpin bangsa yang diakui pula sebagai salah seorang pemimpin dunia. Sebagai pemimpin bangsa Indonesia, peran Bung Karno memang tidak dapat dipungkiri.
Dengan tidak mengecilkan arti pemimpin-pemimpin lainnya, Bung Karno memang selalu menggelorakan semangat persatuan, membuat rakyat bangga menjadi orang Indonesia.
Pada banyak kesempatan beliau menegaskan bahwa Indonesia bukan bangsa tempe. Tidak segan-segan memaki negara besar dengan ucapan: Go to hell with your aid! Negara mana saja boleh bekerjasama dan membantu Indonesia, tapi bukan untuk mendikte. Sebagai penggali Pancasila, beliau selalu mengingatkan bangsa Indonesia agar tetap berpegang kepada Pancasila sebagai dasar negara.
Bahkan beliau mempromosikan Pancasila sebagai 'sublimasi' dari 'the decleration of independence' dan 'manifesto komunis'. Menarik juga untuk dicatat penjelasan Megawati bahwa Bung Karno sangat dekat dengan kaum Nahdiyin, artinya sangat dekat dengan ummat Islam.
Kita ingin menambahkan, Bung Karno bahkan pernah meminta, jika meninggal dunia disemayamkan dengan diselimuti bendera Muhammadiyah!
Bung Karno sangat yakin bahwa kaum nasionalis, agama dan komunis dapat bekerjasama dalam membangun bangsa Indonesia. Bung Karno juga yakin bahwa revolusi Indonesia belum selesai.
Untuk itulah Bung Karno menetapan kebijakan yang diberi nama Manipol Usdek (Manifesto Politik, UUD 45-Sosialisme Indonesia-Demokrasi Terpimpin-Ekonomi Terpimpin-Kepribadian Indonesia) Bung Hatta dalam tulisannya berjudul 'Demokrasi Kita' mengeritik kebijakan Bung Karno itu.
Bung Hatta mengakui bahwa Bung Karno memang seorang patriot. Tapi dalam waktu bersamaan Bung Karno juga sedang mengambil langkah-langkah seorang diktator. Bung Hatta waktu itu meramalkan bahwa Bung Karno akan melihat 'kuburan` dari pemikirannya sebelum ia sendiri meninggal dunia.
Kedukaan Megawati bahwa Bung Karno dtempatkan di sudut gelap sejarah Indonesia, mestinya diteruskan dengan meniliti kembali TAP MPRS Tahun 1967 yang menurunkan Bung Karno dari kekuasaannya dan menaikkan Jenderal Suharto sebagai penggantinya. Ketika menjadi Presiden RI Megawati dapat saja membentuk team pakar untuk menyelidiki kembali peran Bung Karno berkaitan dengan peristiwa G 30 S/PKI tahun 1965.
Apa benar Bung Karno berada di balik peristiwa itu, sehingga para demonstran menghujat beliau dengan kata-kata, "Bung Karno Gestapu Agung, mahmilubkan...!" Kalau ternyata Bung Karno hanya dikhianati PKI dengan menghasut Komandan Paswalpres Cakrabirawa, Letkol. Untung (yang menurut Jenderal Suharto binaan PKI), apa tepat ketetapan MPRS melengserkan Bung Karno?