Terik panas siang seakan membakar langkah setiap insan manusia yang berada dibawah terik matahari kala itu. Beragam kesibukan berlalu lalang menghantar siang, bercampur debu jalanan yang semakin melegam kan kulit anak adam yang menjalankan aktivitasnya.
Stasiun kota terlihat sesak dengan jubelan para pengantri tiket yang ingin diantarkan kesetiap tujuannya. Teriakan karena ketidak sabaran, umpatan karena tipuan, semakin menyemarakkan stasiun siang itu. Hanya lelah, guratan setiap wajah yang terperhatikan tatapan mata ribuan jiwa yang selalu curiga dengan tangan-tangan jahil yang akan merogoh kantong mereka.
Kereta telah berderet disetiap Rel nya.. Menunggu penumpang bertiket resmi ataupun dari tangan kedua, para pengantri tiket yang berhasil mendapatkan harapan mereka untuk mengejar senja mulai terlihat menaiki setiap bagian gerbong sesuai peruntukan yang telah dipesan sebelumnya melalui kertas kecil yang akan ditarik kembali petugas kereta.
Dekat sebuah gerbong, dari alur barisan kereta pada deret rel ketiga, terlihat seorang pemuda setengah baya berpenampilan rapi dengan setelan jas dan hiasan dasi menempel ditubuhnya berjalan perlahan sambil melemparkan senyum kepada setiap insan yang menatapnya. Hal itu semakin memperjelas ketampanan wajah yang dimilikinya selain penilaian para wanita yang dilalui pada setiap bagian deretan rel yang berjumlah lima alur itu tentang kulit putihnya.
Lelaki itu memang istimewa, dengan wajah tampan serta penampilan layaknya pengusaha muda akan mengikat hati setiap wanita. Tapi jika diperhatikan lebih seksama, yang membuat menarik perhatian setiap pasang mata bukanlah disebabkan ketampanan lelaki parlente itu saja, namun lebih karena ada sebuah borgol yang salah satu ujungnya melingkar pada pergelangan tangan kanannya. Dan pada ujung borgol satunya terikat pula tangan seorang lelaki kurus tua berkulit hitam legam, ditambah tatto dari goresan tinta lama yang membuat semakin terlihat tak menarik disamping wajah lusuh dan rambut putihnya. Ujung borgol itu mengikat tangan kiri si lelaki tua, mereka pun tetap berusaha berjalan beriringan berdua menuju gerbong kereta.
Kedua orang yang sangat kontras itu menaiki gerbong utama kereta dengan layanan Bussines Class untuk sekali jalannya. Dan ketika mereka memasuki gerbong itu, berakhirlah perhatian setiap pasang mata yang dilewati ditengah kerumunan stasiun kota. Sebenarnya banyak yang ingin bertanya, namun tak satupun yang mampu mengucapkannya.
Didalam kereta, kedua lelaki itu mencari nomor bangku yang sesuai dengan urutan yang tertulis dalam tiket mereka, setelah mendapatkan nomor yang sesuai, ternyata bangku yang tertera dalam tiket itu berada pada bagian tengah gerbong. Dan akhirnya mereka pun menempati bangku yang memang tersedia sesuai dengan tulisan dalam tiketnya. Bangku kereta itu seperti kebanyakan bangku yang terdapat pada kereta api lainnya, satu bagian bangku berhadap-hadapan dengan penumpang lain dengan pemisah meja kecil didepannya, yang menempel pada bagian bawah kaca samping kereta. Satu bangku panjang itu untuk kapasitas dua orang saja, mungkin hal itu untuk kenyamanan penumpang yang sebelumnya telah dilengkapi fasilitas AC.
Lelaki parlente duduk pada bagian pinggir didekat kaca samping kereta, sedangkan lelaki lusuh tua duduk pada bagian lorong tempat penumpang mencari kecocokan urutan bangku mereka. Dihadapan dua orang lelaki terborgol itu, duduk seorang gadis cantik berambut panjang yang sangat indah sedang membaca sebuah majalah kenamaan di negeri ini. Saking asiknya, hingga gadis itu seakan tak menyadari atau bahkan cuek dengan kehadiran dua lelaki berbeda generasi itu. Bahkan mungkin gadis itu tidak menyadari bahwa dia hanya duduk sendiri pada deretan tempat duduknya.
Kereta pun mulai berjalan meninggalkan stasiun kota, si gadis masih asik dengan majalahnya, sedangkan dua lelaki dihadapannya masih belum melontarkan sepatah pun kata. Hanya diam, itu kesan yang didapat bagi orang yang mungkin memperhatikan mereka.
Sudah 15 menit kereta melaju, masih belum ada tanda-tanda interaksi pada tiga orang yang terkelompokkan disatu bangsal kereta itu...
**
Akhirnya, si gadis selesai juga membaca majalahnya, dengan refleks yang biasa gadis itu memperhatikan dua orang yang duduk dihadapannya. Dua lelaki yang terborgol pada kedua ujung tangan mereka. Sejenak gadis itu memperhatikan, dia mengernyitkan dahi melihat ujung tangan kanan lelaki parlente melingkar satu ujung borgol, dengan ujung satunya melingkar ditangan kiri si lelaki tua.
Sesaat kemudian si gadis cantik tersenyum kepada si lelaki parlente yang memalingkan muka kearah luar kereta. " Heii.. William.. " Si gadis setengah berteriak memanggil lelaki parlente dihadapannya. Si lelaki seakan membenarkan panggilan itu memalingkan muka kearah gadis cantik yang tersenyum kepadanya. " Kamu Willy kan? " Lanjut si gadis. Lelaki parlente yang sedikit terperangah merespon panggilan itu dengan sedikit tersenyum kepada si gadis dengan raut muka memerah. " Iya saya will, kenapa ya..?? Ujar si lelaki parlente.
" Kamu lupa ya sama saya? Saya ini sophia.. Kita dulu pernah satu SMU dan selalu satu kelas tiap tahunnya.." Imbuh si gadis. Sejenak lelaki parlente yang merespon dengan nama William itu seakan mencoba mengingat dan akhirnya tersenyum kembali mengiyakan pernyataan si gadis. " Humm.. Iya saya ingat sekarang," imbuh lelaki parlente bernama William itu. " Iya kita dulu selalu satu kelas setiap tahun, saya ingat sekarang, maaf jika saya sempat lupa, karena maklum kita sudah lama tak berjumpa, setelah SMU baru kali ini rasanya kita bertemu kembali.." Lanjutnya.
" Bagaimana kabarmu Will? " Si gadis lanjut bertanya seraya memberikan tangan hendak bersalaman dengan teman lamanya itu. William si lelaki parlente sedikit tertunduk sambil mengangkat tangan kanannya yang terborgol dengan tangan kiri lelaki tua disebelahnya. Si gadis tersenyum, seraya kembali menarik tangannya.
" Apa kamu sudah menikah..?? " Lanjut si gadis bernama sophia itu bertanya, " belum.. mungkin banyak wanita yang berpikir dua kali untuk mau menikah dengan saya..hee..hee.. kamu sendiri bagaimana?" Tukas william.
" Humm.. Saya juga belum.. Maklum hidup dari satu kota ke kota lain, karena faktor pekerjaan.. Sekarang Saya model beberapa majalah dan iklan media visual.. jadi terkadang harus kesana kemari untuk pemotretan.." Ujarnya lagi.
Sedikit lama mereka terdiam..
Sesaat kemudian sophia si gadis cantik kembali bertanya, " apa pekerjaan mu sekarang Will? Dari setelan pakaian mu sepertinya kamu telah menjadi orang yang sangat sukses sekarang yaa..?? . Mendengar itu William hanya diam saja.
Memecah keheningan itu, suara berat si lelaki tua akhirnya berkata " Maaf, Mungkin anda tidak tahu nona, beliau ini adalah seorang polisi teladan, saat ini beliau tengah menangani kasus pencucian uang serta kartel obat bius dalam jaringan internasional, saya tertangkap kemaren dikota yang baru saja kita tinggalkan.." Ujar lelaki tua.
" Waow... Hebat sekali kamu sekarang.. Menjadi polisi daN menangani kasus penting.." Ujar sophia .
" Yaa.. Begitulah.." William mengangguk sambil tersenyum.
Sesaat sophia si gadis cantik ingin kembali bertanya, namun lelaki tua yang berada di salah satu ujung borgol kembali berkata kepada william," maaf pak, sepertinya kita sudah hampir sampai distasiun pemberhentian, dan saya ingin ke toilet sebentar.. Bisakah bapak mengantar saya sekarang..?? " Ujarnya.
" Oh.. Baiklah.." Ucap william seraya mulai beranjak. Namun sebelum mereka beranjak, sophia kembali berkata kepada william, " will, apakah ada kemungkinan kita akan bertemu lagi?, ini kartu nama sayaa, siapa tau kamu nanti bisa mampir ", sophia mengeluarkan kartu namanya dan memberikan kepada william. " . Okee.. Tp mungkin untuk saat ini belum bisa karena saya harus bertugas ke beberapa negara untuk mnenuntaskan kasus ini.." Ucapnya sambil tersenyum kembali. Sophia pun mengangguk.
Setelah itu, dua orang terborgol ini pun beranjak menuju ke bagian belakang gerbong dan menghilang di balik pintu. Sesaat kemudian, seorang lelaki bersama istrinya yang berada pada tempat duduk yang berseberangan dengan sophia, dan ternyata mendengarkan percakapan antara sophia bersama dua orang terborgol tersebut bergumam seraya berbisik kepada sang istri .. " Sungguh seorang polisi yang baik hati.. " Ujarnya.
" Iya, sudah baik.. Tampan lagi.. " Jawab sang istri.
" Hei.. Apakah kamu tidak sadar dari tadi..?? " Balas sang suami. " Masa kamu tidak tau..?? Lelaki tua yang menyeramkan itu lah sang polisi.. Dan lelaki tampan itu narapidana nya.."
"Dari mana kamu tau..?? " Tanya sang istri heran.
" Apakah kamu pernah mendengar seorang Polisi memborgol tangan tersangkanya dengan tangan yang salah..?? Saya rasa belum ada.." Tukas sang suami.
" Lelaki tua itu lah sang polisi, dan apa yang ia lakukan? ia telah menyelamatkan muka serta rasa malu tersangkanya kepada orang yang ternyata dikenal si lelaki muda tampan itu. Sehingga ia rela mengaku sebagai penjahat daripada membuat malu orang yang bersamanya, walaupun itu tersangka tindak kejahatan..." Jelas sang suami. Istrinya hanya diam.
Esoknya, sebuah koran lokal dikota tersebut memajang foto sang lelaki tampan pada halaman depan sebesar setengah halaman, dan dibawahnya bertuliskan "KEPOLISIAN BERHASIL MEMBEKUK TERSANGKA KASUS OBAT BIUS INTERNASIONAL SETELAH 3 BULAN BURON".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H