Lihat ke Halaman Asli

Olah Sampah Jadi Berkah, Gagas Insan Profil Pelajar Pancasila

Diperbarui: 4 Mei 2022   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gaya hidup berkelanjutan (sustainable lifestyle) belakangan menjadi booming dikampanyekan di negara kita. Media sosial turut membantu memasyarakatkan untuk mengenalkan dan peduli terhadap gaya hidup Sustainable lifestyle sendiri menurut United Kingdom dalam Jurnal Teknik ITS Vol 1 no 1 (Sept, 2012), ialah gaya hidup yang sadar akan lingkungan dan menyadari konsekuensi atas pilihan yang dibuat yang maka dari itu akan membuat pilihan yang nantinya memiliki potensi negatif yang paling sedikit. Hal tersebut bukan hanya sekedar peduli terhadap lingkungan namun juga melibatkan proses berpikir dalam jangka panjang, karena hampir semua tindakan yang kita lakukan memiliki dampak pada lingkungan dan orang lain , proses berpikir juga termasuk tentang kesehatan dan kesejahteraan, pendidikan dan pengembangan masyarakat bukan hanya uang dan harta.

Berkaitan dengan hal tersebut, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbduristek) Nadiem Makarim telah meluncurkan Kurikulum Merdeka yang  memiliki esensi menghasilkan pelajar yang memiliki Profil Pelajar Pancasila, salah satu elemennya adalah mengajarkan pelajar peduli pada lingkungan. Pelajar digerakkan untuk paham pentingnya keberlanjutan bumi yang lebih sehat, mengembangkan kepekaan mereka terhadap kehidupan yang berkelanjutan, mengenal masalah saat ini untuk mencari solusi. Melalui Kurikulum Merdeka pelajar dipicu melihat masalah global, yang selanjutnya diarahkan berkolaborasi menjalankan satu proyek.

Mas Menteri juga berharap dengan kolaborasi melakukan proyek tersebut, pengetahuan yang diberikan dan didapat akan menjadi bagian paling penting untuk menghidupkan inisiatif dan kepekaan mereka soal keberlanjutan, penghijauan, dan mencintai alam.

Manusia harus bertanggung jawab terhadap kelestarian alam dan tidak merusak alam. Kita harus melihat alam dan lingkungan hidup secara keseluruhan sebagai nikmat dan anugerah Tuhan yang wajib disyukuri, mensyukuri nikmat alam ini, yakni dengan menjaga kelestariannya dan tidak merusak alam dengan semena-mena, termasuk eksplorasi dan eksploitasi yang tidak memperhatikan aspek kelestarian dan keberlanjutannya. Umat Islam harus melihat alam semesta ini sebagai amanah yang diberikan oleh Tuhan untuk dijaga, dicintai dan dimuliakan. Bahwa bumi ini adalah ciptaan Tuhan, dan segala ciptaan Tuhan itu harus dipelihara, dimuliakan dan disayangi, menyayangi bumi berarti menyayangi Tuhan, dan merusak bumi berarti tidak menyayangi Tuhan. Sebagaimana Nawal Ammar yang menulis tentang Islam and Deep Ecology, mengajukan premis; "everything on earth is created by God, everything that God creates reflects His sacredness, and that everything on earth worships the same God".

Salah satu gaya hidup berkelanjutan yang harus menjadi perhatian dan diterapkan dalam dunia pendidikan mulai dari tingkat pra sekolah sampai pendidikan tinggi yang paling dominan dalam lingkungan kita adalah masalah pengelolaan sampah. Kita berharap melalui dunia pendidikan akan mengubah pola pikir masyarakat untuk dapat mengelola sampah menjadi produk yang dapat dimanfaatkan kembali oleh lingkungan untuk mengembalikan ekosistem alam untuk terus terawat dan terjaga.

Kita amati pertambahan penduduk dan meningkatnya pola konsumsi masyarakat merupakan faktor utama yang menyebabkan laju produksi sampah terus meningkat. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2020 menaksir timbunan sampah di Indonesia sebesar 67,8 juta ton dan di tahun 2021 naik sekitar 1 ton menjadi   68,6 juta ton.

Sebagaimana diketahui, berdasarkan sifatnya, sampah digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik yaitu sampah yang dapat membusuk dan terurai, seperti sisa makanan, daun kering, dan sayuran. Sedangkan sampah anorganik yaitu sampah yang sulit membusuk dan tidak dapat terurai seperti botol plastik, kertas bekas, karton, dan kaleng bekas.

Pemilahan sebaiknya dilakukan oleh masing-masing rumah  selaku produsen sampah dimana sampah tersebut dihasilkan. Sampah yang sudah dipilah sejak level rumah tangga dan ditangani secara terpisah akan sangat membantu mengurangi beban pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yang sekitar 70% sampah di dalamnya merupakan sampah organik rumah tangga.

Banyaknya sampah organik yang ada dalam rumah tangga yang terbuang percuma, membutuhkan cara bagaimana  kita masing-masing di dalam rumah tangga mengolah sampah organiknya sehingga tidak dibuang ke TPA yang akhirnya terjadi pembusukan di TPA, menghasilkan gas metana yang dapat menyebabkan terjadi pemanasan global dan dampak negatif lainnya. Kita mulai dari rumah dan mengolah sampah organik menjadi sesuatu yang bermanfaat dan juga bisa membantu melestarikan bumi.

Pengolahan sampah organik dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pengomposan, baik secara aerobik maupun anaerobik, dan dengan membuat Eco Enzyme. Keistimewaan Eco Enzyme adalah tidak memerlukan lahan yang luas untuk proses fermentasi seperti pada proses pembuatan kompos. Pembuatan Eco Enzyme sangat hemat dalam hal tempat pengolahan dan dapat diterapkan di rumah.

Produksi Eco Enzyme bahkan tidak memerlukan bak komposter dengan spesifikasi tertentu. Wadah-wadah seperti botol-botol bekas air mineral maupun bekas produk lain yang sudah tidak digunakan, dapat dimanfaatkan kembali sebagai tangki fermentasi Eco Enzyme. Hal ini juga menjadi nilai tambah karena mendukung konsep reuse dalam menyelamatkan lingkungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline