Kemerdekaan yang diperoleh Republik tercinta ini pada tahun 1945 ternyata belum benar-benar dimiliki masih harus diperjuangkan selama lima tahun kemudian. Dua cerita tentang memperingati Hari Kemerdekaan pada tahun 1948 dan 1950 adalah kisah yang dialami oleh ibuku bagaimana rasa prihatin dan sukacita di dua tahun itu.
Jakarta, 17 Agustus 1948. Usia ibuku pada saat itu masih delapan belas tahun. Ibu selalu mencari sekolah di sore hari agar di pagi hari masih dapat bekerja, sambil bekerja tapi dapat bersekolah di Sekolah Menengah Atas. Teman-teman di lingkungan rumah ibuku di daerah Jatinegara walaupun mereka bekerja di kantor-kantor Pemerintah Pendudukan atau perusahan-perusahan Belanda hanya untuk mencari nafkah saja, tetapi dihati mereka tetap pro Republik Indonesia, kenang Ibu.
Hari sebelum tanggal 17 teman-teman ibu merencanakan untuk menghadiri peringatan Hari Kemerdekaan RI yang ketiga dan sesuai informasi peringatan ini akan diadakan di jalan Bonang rumah kediaman Dr. Y Leimena, jalan di sebelah jalan Pegangsaan Timur no. 56, Jakarta
Ibuku dan teman-teman berangkat dari daerah Jatinegara jam 08.00 pagi dengan bersepeda dibagi dalam tiga rombongan agar tidak terlalu mencolok. Perjalanan dari Jatinegara ke jl. Bonang penuh kewaspadaan karena takut akan adanya pemblokiran jalan oleh tentara pendudukan Belanda (NICA).
Tiba di rumah Dr. Y Leimena sudah banyak yang berkumpul kebanyakan pelajar dan anak muda. Tepat jam 10.00 upacara bendera Peringatan Hari Kemerdekaan dimulai yang dipimpin oleh Dr. Y Leimena.
Petugas bendera menaikkan sang saka merah putih diiringi dengan lagu Kebangsaan Republik Indonesia. Seluruh peserta pada saat itu mengikuti dengan khidmat penuh semangat, tampak beberapa orang peserta upacara menghapus air matanya, kenang ibuku.
Pemimpin upacara Dr. Y Leimena mengucapkan pidatonya dengan singkat pada upacara Kemerdekaan Republik Indonesia ketiga yang sederhana itu. Bagi ibuku pengalaman mengikuti upacara pertama yang begitu khidmat walaupun rasa prihatin yang mendalam karena pada tahun 1948, negeri ini belum sepenuhnya merdeka.
Jakarta, 17 Agustus 1950. Pada saat itu ibuku yang berusia duapuluh tahun, saat dimana baru menyelesaikan sekolahnya di SMA Lapangan Banteng yang sekarang menjadi SMA Negeri 1 jl. Budi Utomo. Ibu merupakan angkatan pertama sekolah yang menjadi sekolah Republik. Pada tanggal 17 Agustus 1950 jam 09.00 setibanya di sekolah dan menyimpan sepeda dj halaman.
Ibu bersama teman-teman berjalan kaki menuju ke Istana Merdeka di jalan Merdeka, di muka istana sudah penuh dengan manusia. Pintu istana di buka lebar-lebar siapapun boleh masuk pelajar, pegawai, pedagang, petani dan tukang becak berbaur menjadi satu. Tampak wajah-wajah sukacita ingin merayakan Hari Kemerdekaan Republik ini yang kelima dan pertama kali dirayakan di Istana Merdeka.
Ibu mengenang sebagai rasa haru dan bangga dapat hadir melihat para pemimpin-pemimpin bangsa ini dari dekat yang memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia karena selama ini hanya dapat di dengar dari isu-isu atau radio pemberitaan saja.
Melihat dari dekat dan semangat menggebu-gebu pidato bapak bangsa ini, Bapak Ir. Soekarno sangat terharu dan membangggakan. Sangat terasa sekali euforia sukacita dari orang-orang yang hadir pada 17 Agustus 1950 di Istana Merdeka. Pekikan merdeka terasa tidak terputus-putus, kenang ibuku.