Pendaftaran Bakal Calon Gubernur dan Bakal Calon Wakil Gubernur Maluku di PDI Perjuangan sudah resmi ditutup. Ada delapan nama yang mendaftar sebagai Bakal Calon Gubernur dan enam nama mengambil formulir Bakal Calon Wakil Gubernur Maluku. Tahap selanjutnya yang akan ditempuh adalah verifikasi administrasi, uji kelayakan dan serta survey sebagai acuan pengambil kebijakan dalam menentukan arah rekomendasi.
Soal keputusan rekomendasi hanya pihak internal partai yang punya informasi menyeluruh, meskipun demikian bukan berarti publik tidak bisa mengkalkulasi dan menakar rasionalitas arah rekomendasi PDI Perjuangan dalam Pilgub mendatang.
Menurut hemat penulis, rekomendasi PDI Perjuangan akan mengarah pada patahana (Said Assagaff) yang berpeluang besar bisa berpasangan dengan Kader PDI Perjuangan yaitu Edwin Huwae. Sehingga pasangan calon Said Assagaff-Edwin Huwae menjadi pilihan paling rasional untuk kenyamanan kedua belah pihak.
Argumentasi ini cukup beralasan dan berdasar, oleh sebab itu maka saya akan menganalisis dengan pendekatan pengambilan kebijakan yaitu Theory Rational Comprehensiv. Pendekatan Theory Rational Comprehensive menjelaskan bahwa baik buruk output kebijakan harus mendasar pada pikiran rasional. Aktor pengambil kebijakan perlu menyadari penuh tentang kondisi sosial objektif, politik-birokrasi organisasi, alokasi sumberdaya-biaya dan konsekuensi yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut. Sehingga pengambilan kebijakan harus dilengkapi dengan data dan informasi yang mempuni agar pengambil kebijakan terhindar dari irasionalitas.
Agar pendekatan ini menjadi kontekstual maka akan disandingkan dengan dinamikia jelang Plgub di Maluku, terutama tentang tesis bahwa Said Assagaff adalah pilihan rasional bagi PDI Perjuangan. Ada lima variable utama dalam Theory Rational Comprehensiv, yaitu: Penentuan skala prioritas masalah, mendifinisikan tujuan strategis, kalkulasi pilihan alternatif kebijakan, kalkulasi akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditimbulkan oleh setiap alternative yang dipilih dan Pilihan solusi yang sesuai dengan tujuan strategis. Mari kita mulai membedah satu-persatu.
Pertama, Penentuan skala prioritas masalah. Setiap partai politik tentu punya masalah baik internal maupun eksternal. Maka parpol perlu mendifinisikan problem utama yang sedang dihadapi. Sekiranya PDI Perjuangan Maluku sedang menghadapi permasalahan serius yaitu mempertahankan supremasi-dominasi politik pasca kekalahan pada pilkada di beberapa daerah. Sebut saja Kota Ambon, Seram Barat dan Maluku Tenggara Barat. Sementara kemenangan di Maluku Tengah dan Buru terjadi dalam format kualisi super gemuk. Situasi ini semakin menyudutkan PDI Perjuangan yang notabene pernah berkuasa selama 10 tahun di Maluku. Sehingga bila otoritas kekuasaan (Gubernur/Wakil Gubernur) tidak bisa direbut maka kekuatan politik PDI Perjuangan bisa saja merosot tajam.
Kedua, Mendifinisikan tujuan strategis. Salah satu tujuan strategis Partai Politik adalah memegang kekuasan dan mengunakan kekuasaan untuk menjalankan cita-cita parpol demi mensejahterakan rakyat. Atau pada pemahaman politik paling pragmatis, kekuasaan dibutuhkan untuk menjalankan agenda cita-cita partai, membangun loyalitas dan meneguhkan supremasi kekuasaan. Sehingga PDI Perjuangan Maluku secara ideologis dan politis tidak punya pilihan lain selain bisa berkuasa di Maluku, inilah satu-satunya cara menjaga basis ideolegisnya dari partai politik lain yang cenderung lebih bisa diterima oleh para pemilih muda-pemula. Selain itu, PDI Perjuangan juga punya misi khusus yaitu membangun regenrasi politik, mengusung kader jadi cara paling ampuh untuk menyiapkan ketokohan politik baru, terlebih bila kader yang diusung masih berusia muda. Maka tujuan strategis PDI Perjuangan adalah berkuasa (Gubernur atau Wakil Gubernur) demi menjaga marwah-eksistensi partai.
Ketiga, Kalkulasi pilihan alternatif kebijakan. PDi Perjuangan membuka pendaftaran paling awal, hal ini bisa dimaknai sebagai upaya untuk meredam friksi yang terjadi di lingkar internal, mengingat banyak kader yang juga sedang memperebutkan rekomendasi partai. Sebut saja para calon Gubernur dari Kader Partai seperti Komarudin Watubun, Herman Koedoeboen, Barnabas Orno, Tagop Solisa dan Bitzael Bitho Temar. Sementara positioning paling menarik justru diambil oleh Ketua DPD PDI Perjuangan Maluku, Edwin Huwae yang mendaftar sebagai Calon Wakil Gubernur. Maka pada situasi ini, PDI Perjuangan akan dihadapkan pada pilihan dilematis, apakah mengikuti aspirasi konstituen untuk muncul sebagai penantang patahan? Atau meredam ambisi-ogo politik dengan membangun kualisi bersama Golkar? Namun satu yang pasti bahwa PDI Perjuangan akan mengusung calon dari Kader/Internal.
Keempat, Kalkulasi akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditimbulkan oleh setiap alternatif yang dipilih. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa ada dua pilihan menantang patahana atau membangun kualisi bersama? Semisal pilihan jatuh pada opsi yang pertama bahwa PDI Perjuangan akan mengusung Calon Gubernur penantang patahan, maka sudah bisa dipastikan partai butuh biaya besar untuk menantang patahana yang secara politik-birokrasi, popularitas dan elektabilitas sudah demikian kuat. Kalaupun PDI Perjuangan mengusung nama lama seperti HK atau KW maka partai semakin terjebak dalam situasi sulit. Karena HK atau KW dari sisi political marketing masih jauh tertinggal dan butuh energy besar untuk sekadar mengimbangi dominasi patahan. Namun bila pertimbangannya adalah mengukur/menguji soliditas partai maka pilihannya adalah menantang patahana dengan risiko kehilangan potensi berkuasa (kalah). Beda halnya bila PDI Perjuangan memilih berkualisi dengan Golkar, menyandingkan Patahana dengan Kader (Said Assagaff – Edwin Huwae) maka potensi menang terbuka luas.
Kelima, Pilihan solusi yang sesuai dengan tujuan strategis. Tahap penjaringan rekoemndasi PDI Perjuangan menjadi fase paling mentukan bukan saja pada agenda-agenda politiknya di Maluku, melainkan telah menjadi agenda nasional untuk mempertahankan posisi RI-1. Bahwa jalan menuju 2019 akan mulus bila bisa mengusung pasangan yang punya potensi menang di Pilkada putaran tiga ini. Sehingga hanya satu tujuan strategis PDI Perjuangan yaitu menang Pilkada. Artinya partai akan menghindar dari risiko kekalahan. Mengingat PDI Perjuangan sudah kadung kalah di beberapa provinsi yang selama ini menjadi lumbung suaranya, seperti Jakarta dan Banten. Kekalahan tersebut berdampak langsung pada melemahnya positioning politik partai secara nasional. Oleh sebab itu, bila disandingkan dengan tujuan jangka panjang yaitu Pilgub 2018 dan Pilpres 2019 maka solusi paling rasional iyalah menggandeng Patahan yang notabene adalah Ketua DPD Golkar Maluku, Said Assagaff berpasangan dengan Ketua DPD PDI Perjuangan Maluku plus Ketua DPRD Maluku, Edwin Huwae. Kombinasi Eksekutif-Legislatif bisa diprediksi menjadi pasangan calon paling kuat, terlebih keduanya sama-sama menyandang predikat sebagai Ketua DPD Golkar – DPD PDI Perjuangan.
Sekali lagi bahwa Theory Rational Comprehensiv memberikan simulasi terkait dinamika politik yang sedang berlangsung. Bahwa dalam setiap dinamika ada peluang aktor politik mengunakan atau terpengaruh dengan hal-hal yang irasional.