Lihat ke Halaman Asli

Selamat Datang di Negeri Narcis!

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tokoh mitologi itu bernama Narcisius! Gila akan ketampanannya, di tepi kolam tak putus asa ingin ia cium bayangan wajahnya. Setiap kali bibirnya mau bertemu, pecahlah bayangan itu. Berulang-ulang ia perbuat demikian. Ia tak putus asa, hingga berhari-hari lamanya. Tanpa makan, tak minum. Ia pun menjadi lemah. Hidupnya usai ketika ia belum selesai mengagumi dirinya.

Kita pun miris dan mencibir kisah itu. Darinya kita sepakat, kepongahan akan ketampanan diri sendiri adalah luka. Diam-diam, kita pun membatin, "begitu bodohnya si Narcius ini!". Bahkan, kita pun bersumpah, tak akan menjadi narcisius yang tolol itu. Tetapi, lihatlah, negeri kita telah jadi "Negeri Narcis"! Dalam hati kita memberontak, tetapi dalam tindakan, kita terlibat.

Dunia sekarang memang dunia yang penuh hiruk pikuk. Dunia yang tak ramah bagi seorang pertapa. Dunia nyata dan maya sama sibuknya. Tak tampil berarti tak ada. Dunia yang sekarang menuntut "penegasan akan ke-ada-an". Alat komunikasi (smartphone), jejaring sosial, kamera dengan daya rekam tajam dan seterusnya adalah media bernarsis ria. Liat saja, kicauan Anda setiap hari, status Anda, avatar anda, upload-an Anda yang menyuguhkan gambar Anda berbagai gaya (Aha, istilah-istilah tadi pasti tak asing di telinga anda). Tentu, tentu saja, Anda bisa berdebat panjang lebar, bahwa ini bukan sekedar masalah narcis. Anda akan menjelaskan mengenai manfaat berjejaring, kebebasan berekspresi, bahkan hingga yang paling filosofis: memperjuangkan keabadian. Ya, ini memang bukan zaman prasejarah. Ya, ya...tetapi ketika menulis sesuatu yang amat tak penting, (seakan ada yang selalu bertanya mengenai apa yang kita lakukan), memasang foto-foto yang alamak...(tak saya teruskan). Dengan demikian, kalimat sakti Descartes itu pun  seakan disetir lebih kreatif: "Saya Narsis, maka Saya Ada!"

Konon, ranah psikologi menjelaskan narcis sebagai self esteem yang berlebihan. Semacam ketidakmatangan kepribadian. Ada sesuatu yang kurang barangkali. Sungguh malang sebenarnya. Ia hanya berkutat pada dirinya sendiri. Ia lupa kalau ia hidup di dunia yang ada makhluk lain selain dirinya. Makanya, ia terlalu "berlebihan" perhatian pada dirinya sendiri.

Tetapi, apakah tren itu bernama narcis? Semacam gaya hidup yang membius. Bisa jadi. Barangkali karena tak ingin dihakimi dengan istilah 'tak gaul, "ga asyik", ga seru dst", banyak orang pun menyerah! Kalau begitu narcis menjadi sarana bersosialisasi. Begitulah. Seperti halnya: tren celana pencil, tren rambut korea, demikianlah narcis. Jadi, narcis itu semacam tren? Atau, mengikuti tren adalah bagian dari Narcis. Bukankah tren itu amat dangkal. Ketika teman-teman melakukan, aku mengikutinya. Teman-teman memakai BB, aku mengikutinya. Teman-teman memakai jilbab pas bulan ramadhan, aku pun mengikutinya. Bahkan, teman-teman puasa, aku pun...

Para "narsicius" ini bukan sekedar menunjukkan akan kepuasan diri tetapi seakan menyiratkan kerinduan. Kerinduan yang terpendam. Kerinduan atas pencarian pada dirinya sendiri sebenarnya. Dan, kita tahu pencarian akan diri sendiri acap kali tak mudah. Acapkali gagal pula. Barangkali ada baiknya, kita diam sesaat, mencoba mengaca diri kita yg sebenarnya. Bukan pada penampakan luar tetapi diri kita yang utuh. Itulah kerinduan yang terdalam.

Tetapi, Anda, pun bisa protes. "Kami kan hanya narcis, mengenai diri kami, poto-potoan, berkabar-kabar-an, lucu-lucuan begitulah. Lha, kalau pemerintah dan politikus yang kerapkali bertopeng dengan pencitraan itu bukannya juga narcis? Bahkan, mereka narcis kebaikan diri sendiri yang belum tentu ada. Bukannnya itu sombong yang berlipat-lipat. Kenapa tidak dikritik?" Aih.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline