Sudah lama saya tidak menulis di Kompasiana, terakhir menulis tepat setahun lalu ketika pertama kali bertugas di provinsi paling barat Indonesia dan mencoba menggali apa yang unik di tempat baru tersebut. Entah karena kesibukan atau karena hal lain saya tidak sempat menulis, bahkan untuk sekedar membuka Kompasiana dan menyapa para penulis di situ. Baru hari inilah saya coba untuk membuka kembali halaman Kompasiana yang telah lama saya tinggalkan.
Sungguh cukup kaget ketika pertama membuka mata saya langsung tertuju pada tulisan kakek Felix Tani bertajuk "Matinya Seorang Kompasianer Jujur". Beliau mengulas seorang penulis kawakan di Kompasiana yang mengalami penurunan jumlah pembaca yang cukup signifikan. Ibarat kata pepatah, Form Hero to Zero, begitulah nasib penulis tersebut yang ketika masa jayanya bisa menarik minat ratusan bahkan ribuan pembaca pada setiap tulisannya.
Penasaran, saya cek tulisan beliau dan ternyata muncul di kolom Nilai Tertinggi bersama artikel kakek Felix Tani. Rupanya sang kakek juga terinspirasi tulisan yang terpampang di kolom tersebut dan menuliskan opininya seperti judul di atas. Kekagetan saya bertambah karena sang penulis merasa bahwa tulisannya sudah tidak lagi menarik minat pembaca di Kompasiana seperti dituangkan di sini. Semakin hari jumlah pembacanya semakin menurun bahkan hanya hingga berjumlah puluhan saja, padahal beliau termasuk sangat produktif menulis di halaman Kompasiana tercinta ini.
Saya jadi teringat kata mutiara yang pernah diucapkan seorang motivator ternama, "Hanya satu kata yang tidak pernah berubah, yaitu 'perubahan' itu sendiri". Seperti beliau tuliskan juga, pada intinya memang zaman sudah berubah. Model tulisan juga ikut berubah mengikuti trend zaman sekarang ini. Tema yang aktual pada 5-10 tahun lalu mungkin sudah tidak laku dijual pada saat ini. Gaya penulisan yang jujur seperti kata kakek Felix mungkin sudah tidak laku lagi, perlu ada sentuhan tipu-tipi dikit tapi tidak bohong. Harus ada polesan judul untuk memancing minat baca walaupun isinya bisa jadi tidak nyambung dengan judulnya, tapi masih bisa dicari keterkaitannya.
Roda akan selalu berputar, begitulah kalimat yang sering diucapkan para pendahulu kita. Mungkin kita dulu sangat terkenal dan dipuja puji tulisannya di Kompasiana, namun seiring berjalannya waktu trend berubah dan para pembaca silih berganti datang dan pergi. Bisa jadi para pembaca setia lama sudah tidak lagi menyentuh halaman Kompasiana seperti saya ini, dan datanglah generasi baru para pembaca yang lebih suka mencari berita aktual dan trending di medsos daripada membaca pengalaman hidup yang sudah tidak relevan lagi dengan kekinian.
Sayapun merasa sudah terlalu tua di Kompasiana dan tidak lagi mengikuti trend zaman now, sehingga membuat agak malas untuk kembali menulis di sini. Ketika saya buka kembali Kompasiana, memang tampak sekali perubahan mendasar baik dari sisi tampilan maupun K-Rewards-nya. Saya agak kikuk juga ketika menulis di sini setelah setahun absen, tampak model baru yang sedikit agak membingungkan, misalnya bentuk tampilan 'menulis' yang berubah, lalu ada tambahan 'teaser' di kolom bawah, serta ada panduan pembuatan konten yang langsung dipajang di kanan atas.
Memang agak berat ketika kita harus menarik sisi roda yang berada di bawah untuk kembali ke puncak, namun saya harus bertekad untuk kembali lagi 'manggung' di Kompasiana setelah setahun absen. Walau usia semakin tua, namun jangan kalah dengan mereka yang jauh lebih muda. Keunggulan orang tua adalah pada jam terbang yang jauh lebih tinggi dari para pilot muda, namun tetap harus mengikuti trend agar tidak ketinggalan zaman.
Selamat berjuang Opa Tijptadinata Effendi, kakek Felix Tani, dan para old crack Kompasiana lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H