Lihat ke Halaman Asli

Dizzman

TERVERIFIKASI

Public Policy and Infrastructure Analyst

Bisnis Alat Tes Kesehatan Jadi Tren 2021

Diperbarui: 6 Januari 2021   23:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Swab Tes (Sumber: beritasatu.com)

Pandemi Covid-19 ternyata tidak sepenuhnya menjadi bencana bagi umat manusia di seluruh dunia. Selalu ada berkah di balik musibah yang membuat sengsara manusia. Seolah tak peduli dengan penderitaan orang lain, bisnis adalah bisnis, kesempatan untuk meraup keuntungan tak akan datang dua kali. Bahkan di masa pandemi sekalipun, kalau ada peluang apa salahnya dikejar hingga ujung dunia.

Masih belum hilang dari ingatan ketika awal-awal pandemi, masker dan hand sanitizer sempat melambung tinggi harganya dan mendadak jadi barang langka yang diperebutkan. Setelah berjalan beberapa bulan harga mulai berangsur kembali normal, namun situasi berbalik ketika surat bebas covid menjadi kewajiban untuk naik pesawat, kereta api, masuk kantor, melamar kerja, bahkan masuk rumah sakit untuk kontrol sekalipun. Alat tes covid mulai dari rapid tes antibodi, rapid tes swab antigen, hingga PCR Swab tes langsung melambung tinggi.

Pada awalnya, harga rapid tes bisa menyentuh angka 300-500 Ribu, PCR Swab tes lebih gila lagi, 1,5 - 3 jutaan. Ironisnya masa berlaku hanya 3 hari untuk rapid tes dan 7 hari untuk PCR swab tes. Karena banyaknya protes akhirnya waktu masa berlaku diperpanjang hingga 14 hari, dan harganya ditetapkan batas atas 150 Ribu untuk rapid tes antibodi dan 900 Ribu untuk PCR Swab tes. Belakangan saat musim liburan akhir tahun masa berlaku diperpendek kembali seperti semula, dan rapid tes antibodi diganti dengan rapid tes antigen yang sebelumnya jarang dipakai, sehingga masih banyak stok menumpuk di gudang.

Padahal alat-alat tersebut hanya dipakai sekali dan beberapa detik saja, dengan masa berlaku seperti tertulis di atas. Lagipula tidak menjamin hasil tes dari alat tersebut menjadikan kita bebas covid-19, yang ada hanya bebas bepergian atau masuk kantor selama periode masa berlakunya. Setelah habis kita harus kembali mengikuti tes untuk memperpanjang aktivitas, bukan untuk benar-benar bebas virus. Masih mending kalau diganti kantor, kadang malah tekor karena kadang harganya di atas pagu yang ditetapkan pemerintah.

Pemerintah sendiri tampaknya enggan menghapus kebijakan tes-tes tersebut, malah sebaliknya menambah luas area yang dites. Tidak hanya mereka yang bepergian dengan pesawat dan kereta api saja, saat liburan kemarinpun coba diterapkan pada bis dan mobil pribadi, yang akhirnya tidak bisa berjalan mulus karena kurangnya petugas dan potensi kemacetan luar biasa bila benar-benar diterapkan. Akhirnya orang beramai-ramai mendatangi lab atau klinik kesehatan sekedar untuk memenuhi kewajiban tes-tes tersebut.

Bahkan saking tingginya permintaan, ada beberapa perusahaan baru yang mendirikan tempat tes secara drive thru di beberapa titik strategis. Banyak pemain baru di luar lab-lab atau klinik yang sudah ada terjun di bidang pengujian tes tersebut. Padahal seharusnya alat tes hanyalah penunjang dari keseluruhan diagnosa klinis, namun sekarang tampaknya malah jadi golden standar untuk menentukan nasib kesehatan seseorang. Seolah dokter tak lagi diperlukan untuk mendiagnosa pasien, tapi sudah digantikan alat-alat tes tersebut.

Datangnya vaksin juga turut menggairahkan bursa saham perusahaan yang memproduksi vaksin. Banner iklannyapun sudah bertengger di halaman muka Kompasiana, sebuah perusahaan sekuritas menawarkan saham salah satu perusahaan produsen vaksin terkemuka dunia dengan iming-iming keuntungan yang menggiurkan. Pasarnya sudah jelas dan terang benderang selama pandemi masih berlangsung, kapan lagi meraup keuntungan besar dari menanam saham di perusahaan vaksin tersebut di tengah derita jutaan orang yang kehilangan penghasilan karena di-PHK akibat pandemi ini.

Tren 2021 bakal dikuasai oleh bisnis alat-alat tes kesehatan tersebut bersama vaksin yang tampak semakin berkibar. Apalagi mengingat pandemi belum menampakkan tanda-tanda akan berakhir, bahkan konon muncul strain baru hasil mutasi yang katanya lebih cepat menular dan ganas. Alih-alih pandemi akan usai, malah sebaliknya memperpanjang usia bisnis alat-alat tes tersebut beserta vaksinnya. Sepertinya hanya kebijakan pemerintah saja yang dapat menghentikan tren bisnis ini, karena tumbuh suburnyapun juga karena kebijakan pemerintah yang mewajibkan tes-tes tersebut untuk beraktivitas termasuk vaksinasi massal yang akan dilakukan sebentar lagi.

Di era kapitalis yang serba materialistis sekarang ini, hati nurani sudah menjadi beku. Bahkan saat pandemi, tak ada lagi pertolongan pertama pada kecelakaan atau gawat darurat. Semua harus di rapid tes atau swab tak peduli pasien butuh penanganan cepat untuk bertahan hidup atau segera dikirim ke surga. Pada akhirnya ujung-ujungnya hanya mencari sesuap berlian semata, tanpa peduli penderitaan orang lain yang tengah berjuang keluar dari lingkaran setan pandemi ini. Uang memang tak mengenal hati nurani, teman, saudara, apalagi penyakit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline