Mudik adalah tradisi untuk kembali ke kampung halaman setelah genap setahun berpeluh keringat mengais rezeki di kota besar sekaligus merayakan hari lebaran bersama keluarga besar di kampung. Tradisi ini sudah berlangsung lama bahkan konon katanya sejak zaman Majapahit yang dilakukan oleh masyarakat petani Jawa untuk membersihkan makam leluhurnya. Namun mudik di zaman modern ini mulai berlangsung secara masif sejak Jakarta menjadi tumpuan harapan para pencari kerja dari kampung untuk mengadu nasib di ibukota negara.
Setiap tahun jumlah para pemudik semakin meningkat, apalagi setelah ada jalan tol Trans Jawa yang semakin mempermudah para pemudik pulang kampung. Pergerakan mudik tak lagi hanya berasal dari Jakarta saja tapi juga dari kota-kota besar lainnya di pulau Jawa seperti Surabaya, Semarang, Bandung ke daerah-daerah yang masih bernuansa perdesaan di sekitarnya. Bahkan yang dari luar pulau Jawapun juga mulai berdatangan ke Jawa, dan sebaliknya pemudik dari Jakarta dan kota-kota besar di Jawa pulang ke kampung halamannya di luar Jawa.
Namun sepertinya tradisi mudik tahun ini bakal berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Wabah corona yang belum juga berakhir membuat pergerakan orang dibatasi untuk mencegah menyebarnya virus corona ke kampung halaman. Tradisi yang selama ini berjalan secara offline perlahan akan berganti secara online dengan memanfaatkan teknologi informasi sebagai media komunikasi antara pemudik dengan sanak saudara di kampung halaman.
Pastinya memang tidak mudah begitu saja mengubah tradisi dari offline menjadi online, karena bagaimanapun juga ada sentuhan yang hilang dari tradisi lama. Biasanya kita bersalam-salaman, saling mengunjungi rumah kerabat, saling berbagi angpao, berpelukan erat, tiba-tiba harus dibatasi layar kaca dari hape masing-masing. Tidak ada lagi perjumpaan fisik antar sesama saudara dan handai taulan di kampung halaman, hanya saling melongok dari layar monitor yang cakrawalanya sangat terbatas.
Sedih, jelas, namun tak perlu menangisi kepergian tradisi mudik tahun ini. Lebih baik bersabar sedikit, karena dua bulan lagi juga ada perayaan Idul Adha atau lebaran haji yang tak kalah hikmatnya. Sayapun berencana akan mudik saat lebaran haji nanti sekaligus potong kambing di kampung halaman untuk merayakan kemenangan dari virus corona. Lebih baik #janganmudikdulu sekarang, tunda hingga lebaran haji yang tak lama lagi juga akan datang.
Memaksakan diri mudik berarti bersiap untuk menerima resiko tertular atau menulari orang lain. Semua tempat memiliki potensi untuk menyebarkan virus, mulai dari terminal atau bandara yang ramai, di jalan raya yang padat dan macet atau di rest area, di rumah makan, hingga di tempat tujuan. Sulit untuk menghindari keramaian saat musim lebaran ini, entah di pasar, di mall, di tempat umum, jadi lebih baik kembali #dirumahaja hingga lebaran usai, setelah itu barulah beraktivitas kembali seperti biasa.
Masa pandemik ini adalah ujian dari Alloh, termasuk ujian mengekang keinginan untuk tidak mudik dulu. Lebih baik uang yang ada ditabung untuk menghadapi kemungkinan resesi ekonomi yang belum jelas kapan berakhirnya daripada memaksakan diri untuk mudik. Tak apalah sesekaii tidak mudik, dan percayalah bahwa pandemi ini tak selamanya ada, yang penting tetap sabar dan semangat untuk menempuh hidup baru pasca wabah corona.
No Mudik No Cry, No Mudik No Cry ....... - pelesetan Bob Marley
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H