Di awal pidatonya di depan parlemen, Jokowi pernah berjanji untuk merampingkan birokrasi dengan memangkas eselon 3 dan 4. Perampingan dimaksudkan untuk mengurangi rantai birokrasi yang demikian panjang dan menghambat arus investasi yang masuk ke Indonesia.
Konon Kemenpan RB sudah langsung memulainya, disamping Bappenas yang memang sudah lebih dulu dimulai sejak zaman SBY sebagai percontohan.
Namun rupanya gaung tak seluruhnya bersambut mulus. Ternyata masih ada beberapa kementerian yang belum juga melakukan perampingan.
Perpres yang seharusnya sudah diteken belum juga terbit, apalagi peraturan menteri yang mengatur jabatan fungsional di bawahnya. Padahal tahun sudah berganti dan pekerjaan harus sudah dimulai sejak awal tahun seperti janji beliau.
Beliau mungkin lupa bahwa perampingan birokrasi tak hanya sekadar mengurangi jumlah eselon saja, tapi juga berdampak pada administrasi kegiatan yang berujung pada pengeluaran anggaran.
Pengurangan jumlah direktorat, sub direktorat, dan seksi akan mengubah satuan tiga mata anggaran yang telah ditetapkan DPR tahun sebelumnya. Pengurangan tersebut juga berefek pada perubahan nomenklatur yang sudah tidak sesuai lagi dengan mata anggaran yang disahkan.
Akibat yang paling terasa dari lamanya perampingan adalah belum adanya kegiatan yang bisa dijalankan karena anggaran belum bisa dicairkan, kecuali anggaran rutin saja seperti gaji.
Anggaran belum cair karena masih menunggu nomenklatur baru agar tidak tumpang tindih dengan nomenklatur lama yang masih dipakai dalam struktur anggaran sekarang.
Para pegawaipun semakin resah karena benar-benar hanya mengandalkan gaji pokok saja untuk hidup bulan ini karena tunjangan kinerja belum keluar.
Mereka juga was-was belum tahu bakal ditempatkan dimana setelah perampingan karena makin banyak orang yang bakal terpental dari struktur.
Syukur-syukur masih di tempat yang sama walau turun derajat, tapi kalau ditempatkan di daerah baru yang belum dikenal, sungguh merepotkan karena harus pindah rumah ke kota lain.