Saat saya sedang menyetir mobil menuju ke Bandung sore tadi (10/10), tiba-tiba terdengar suara penyiar radio yang mengabarkan Menkopolhukam Wiranto ditusuk oleh orang tak dikenal saat kunjungan kerja di Pandeglang.
Jujur saya sangat kaget, sepanjang ingatan pendek saya, belum ada satupun pejabat tinggi negara sejak orde baru diserang orang tak dikenal. Peristiwa serupa seperti percobaan pembunuhan presiden Soekarno sudah lama sekali terjadi dan rasanya belum pernah sekalipun terulang hingga hari ini.
Kalau boleh jujur, bangsa kita memang sedang sakit mental. Puncaknya tragedi Wiranto ini yang seolah merupakan gunung es dari ribuan persoalan penyakit mental yang sedang diidap oleh anak-anak bangsa.
Kekerasan bahkan hingga menghilangkan nyawa seseorang sekarang kerap kali terjadi hanya karena persoalan sepele. Belum lagi cara berbicara yang sudah kelewat batas kesopanan dan kewajaran, tidak hanya dimiliki para buzzer saja tapi sudah merambah hingga anggota dewan yang terhormat.
Kesehatan mental tidak melulu mengenai kesehatan jiwa saja, tetapi juga menyangkut sikap dan perilaku manusia sehari-hari. Penyakit mental tidak hanya diderita oleh orang gila atau kurang waras saja, tetapi juga orang yang tampak waras, bahkan pintar dan cerdik pandai sekalipun.
Sudah sering kita dengar, terakhir seorang dosen yang notabene adalah orang pandai, bisa terjebak menjadi teroris hanya karena keyakinan yang berlebihan menutupi akal sehatnya.
Penyakit mental tidak mengenal orang pintar atau bodoh, kaya atau miskin, pejabat atau rakyat jelata. Semua bisa terpapar bila sudah menyangkut fanatisme yang berlebihan terhadap apa yang diyakininya benar.
Tak peduli apakah itu cebong atau kampret, radikal atau liberal, semua sama saja. Apapun benderanya bila sudah terpapar penyakit mental, sulit untuk disembuhkan bahkan oleh rekan-rekannya sendiri.
Orang jadi mudah terpapar hoaks yang diyakininya benar, diamplifikasi kepada teman-teman satu ideologinya, lalu sama-sama memusuhi orang yang berbeda pandangan.
Mereka bisa bertindak semaunya sendiri, mulai dari omongan yang tidak hanya ngawur tapi sudah menjurus pada ad hominem alias pembunuhan karakter lawan bicara, hingga kekerasan fisik bahkan sampai pada (percobaan) pembunuhan seperti yang dialami Wiranto.
Revolusi mental yang dicanangkan Presiden Jokowi ketika kampanye lima tahun lalu seolah meredup perlahan. Lagu lama yang hendak dimusnahkan lambat laun kembali merebak seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme, bahkan semakin terang benderang.