Lihat ke Halaman Asli

Dizzman

TERVERIFIKASI

Public Policy and Infrastructure Analyst

Kala Kang Thamrin Memaksaku Jadi Manusia Bandara

Diperbarui: 5 September 2019   09:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cover Buku Manusia Bandara (dokpri)

Berita ihwal wafatnya maestro di dunia penulisan Kang Thamrin Sonata cukup mengejutkan saya mengingat belum lama kita bersua di Cisarua. Terakhir beliau WA saya untuk menyusun buku keroyokan bertema 'Indonesia Belajarlah', sebuah ide brilian untuk kemajuan bangsa yang mau belajar.

Sudah lama sebenarnya saya mengenal beliau, namun selama itu hanya 'say hello' saja sebagai sesama Kompasianers saat ada acara nangkring atau ngoplah. Tak lebih dan tak kurang. Justru saya lebih akrab dengan sohib beliau Bang Isson Khairul karena pernah sekamar waktu me-review sebuah hotel berbintang di Bandung.

Keakraban baru mulai terjalin saat menjelang ICD Malang 2018. Saat itu beliau melalui mbak Tamita menyampaikan pesan untuk menitip buku-buku terbitan Peniti Media di lapak Koteka alias sharing booth. Kebetulan karena saya juga sendiri karena admin Koteka yang lain sibuk urusan masing-masing, tawaran tersebut saya sambut dengan hati gembira.

Kapan lagi saya bisa ngobrol intens kalau tidak satu booth, itulah pikiran saya saat itu. Saat saya bicara hendak menerbitkan buku, beliau langsung antusias dan menawarkan bantuannya. Apalagi ternyata temanya agak unik, serba serbi suka duka berada di bandara. Kebetulan saya memang sering dinas luar kota menggunakan moda transportasi pesawat terbang.

Singkat cerita, setelah ICD kami sempat kopdar di TIM untuk mengkongkritkan rencana penerbitan buku tersebut. Selanjutnya komunikasi dilakukan via WA dan naskahpun dikirim lewat email. Kurang lebih sekitar dua bulan proses pembuatan bukunya mulai dari editing naskah, cover, hingga cetak. Berhubung diterbitkan secara indie, saya keluar modal dulu untuk seluruh proses tersebut.

Jujur saja saya termasuk malas untuk urusan yang bertele-tele termasuk menerbitkam buku. Daripada harus menunggu persetukuan editor bila masuk penerbit besar yang bisa memakan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan, mending terbitkan sendiri dulu, yang penting nomor ISBN keluar sebagai tanda bukunya terdaftar resmi di seluruh dunia.

Sekitar akhir Oktober buku jadi dan sempat di-ngoplah-kan di Palmerah. Sayang karena cuaca kurang bagus tak banyak yang hadir. Tapi tak apalah, asal sudah keluar bukunya dan bisa dijual online dulu. Sayangnya hingga kini belum sempat dimasukkan ke distributor karena menunggu judul yang lain untuk dikirim secara bersamaan.

Lama tak jumpa, tiba-tiba beliau mengajak saya untuk ikut sebuah acara diskusi mengenai energi terbarukan di Bogor. Tentu ini merupakan sebuah kehormatan bagi saya karena dianggap beliau layak untuk hadir sebagai Kompasianers. Sayangnya saya juga tak bisa berlama-lama karena harus kembali ke kantor sore harinya.

Terakhir saya jumpa beliau di Cisarua bersama beberapa Kompasianer senior lain untuk sekedar refreshing sekaligus halal bihalal sekalian saya pamit untuk berangkat haji. Lumayan lama kita ngobrol ngalor ngidul sambil menunggu Bang Nurul Uyuy dkk datang. Sementara komunikasi terakhir terjadi sebulan lalu seperti telah diceritakan di atas

Tanpa beliau, belum tentu saya menjadi 'Manusia Bandara', bahkan mungkin belum mencetak satu bukupun kalau beliau tidak sedikit 'memaksa' saya. Sangat jarang saya bertemu orang seperti beliau yang mau membantu tanpa pamrih dan mudah percaya sama orang walau baru kenal akrab, seperti misal menawarkan event atau menulis buku bareng.

Selamat jalan Kang, semoga amal beliau di bidang tulis menulis menjadi penolong di hari akhir nanti. Saya akan tetap mengenangnya sebagai guru yang menuntun muridnya ke jalan yang benar.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline