Lihat ke Halaman Asli

Dizzman

TERVERIFIKASI

Public Policy and Infrastructure Analyst

Pentingnya Pendekatan Kasih Sayang Pasca-putusan MK

Diperbarui: 27 Juni 2019   22:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masa menggelar aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (26/6), sehari menjelang sidang putusan sengketa pilpres 2019. (AFP/Bay Ismoyo)

Menyimak putusan MK yang sedang dibacakan para hakim secara bergiliran siang ini, rasanya sudah bisa ditebak hasilnya bahwa MK bakal menolak seluruh permohonan gugatan tim BPN terhadap hasil pilpres 2019. 

Hal ini berarti bahwa petahana bakal melenggang melaju ke periode kedua karena keputusan MK ini bersifat final dan mengikat, tidak ada lagi pintu untuk melakukan banding terhadap keputusan tersebut.

Saya tidak akan membahas hasil keputusan para hakim MK tersebut, tapi lebih kepada dampak yang akan terjadi pasca pembacaan keputusan tersebut. Kalau ditarik ke belakang, melihat siapa yang rajin berdemo sejak pembacaan keputusan KPU hingga hari ini, bahkan sejak pilgub DKI tahun 2017 lalu, ada benang merah yang bisa ditarik ujung pangkalnya.

Kita tahu siapa yang rajin melakukan demo hingga berjilid-jilid tersebut. Mereka adalah sebagian umat Islam yang "merasa" terzholimi oleh kebijakan pemerintah selama ini seperti kriminalisasi ulama, harga bahan pokok yang terus naik, menjamurnya TKA khususnya dari Tiongkok beserta proyek-proyeknya yang menggusur tenaga kerja lokal, dan sebagainya. 

Benar kata Novel Bamukmin, demo-demo ini tidak ada urusan dengan Prabowo-Sandi, tapi lebih kepada penggantian rezim dengan harapan ada perubahan sikap terhadap mereka. Mereka akan terus berdemo dan berdemo lagi, mungkin hingga puluhan jilid selama lima tahun mendatang bila putusan MK memang benar-benar di luar harapan.

"Pendekatan kasih sayang bisa dimulai dengan merangkul tokoh-tokoh agama yang memiliki basis massa besar dan cenderung berseberangan dengan kebijakan pemerintah."

Sayangnya pemerintah lebih menekankan pada pendekatan hukum daripada musyawarah. Tokoh-tokoh oposisi satu demi satu diperkarakan ke meja hijau, medsos mulai dibungkam (walau sementara), walau sebenarnya masih belum terlalu keras. Namun pendekatan hukum bukannya mengendurkan semangat untuk berdemo, malah sebaliknya terjadi.

Pakde Jokowi seolah lupa bahwa pendekatan musyarawah yang dilakukan selama menjadi Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta berhasil membuka deadlock persoalan-persoalan yang nyaris mustahil dipecahkan. 

Keberhasilan memindahkan pedagang K-lima di Solo serta pembebasan lahan jalan tol di DKI dengan cara musyawarah puluhan kali ternyata belum diadopsi para pembantunya di tingkat pusat.

Demo Menjelang Putusan MK (Sumber: tribunnews.com)

Ibarat supply dan demand, demo tidak akan terjadi bila tidak ada yang mau jadi peserta. Biarlah dilakukan tindakan hukum bagi para penggerak dan provokator yang menyebabkan demo rusuh, tapi pemerintah seharusnya juga mulai melakukan pendekatan lain bagi para peserta demo. Para peserta tersebut saya yakin kebanyakan lebih karena termakan hasutan para provokator dan penggerak demo daripada karena kemauan sendiri.

Untuk kasus seperti ini, perlu pendekatan kasih sayang pemerintah terhadap para peserta demo tersebut. Pemerintah harus mulai turun ke masjid-masjid, majlis taklim, terutama di kantong-kantong wilayah oposisi untuk menjelaskan bahwa pemerintah benar-benar memperhatikan mereka. Pendekatan persuasif perlu dilakukan secara terus menerus untuk mengkonter ceramah-ceramah yang bersifat provokatif, bukan sekedar kritik kepada pemerintah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline