Mager telah menjadi gaya hidup, tapi jangan sampai membunuh kehidupan
Pada dasarnya dari zaman dahulu masyarakat negeri ini memang termasuk jenis makhluk yang mager alias malas bergerak. Kebiasaan menyetop angkot di depan rumah bukan di halte atau tempat yang bertanda berhenti, atau ke warung yang jaraknya cuma ratusan meter naik motor, merupakan contoh betapa magernya orang kita.
Kemajuan teknologi ternyata semakin membuat mager berjaya. Lapar, tinggal pencet gawai dan tidak sampai setengah jam makanan sudah tersaji di depan mata. Butuh barang tapi malas ke warung, tinggal klik marketplace dan pilih barang yang dibutuhkan, tunggu pintu rumah diketok kurir yang mengantarkan barang pesanan, beres segala urusan. Bayar tagihan telpon, listrik, isi pulsa, dan tetek bengek lainnya tak perlu lagi datang ke loket dan mengantri panjang, cukup buka e-banking dan semua tagihan lunas dibayar.
Mau pergi tapi malas nyupir atau bawa motor sendiri, tinggal klik aplikasi ojek online, beberapa saat kemudian muncul kendaraan yang akan mengantar kita ke tempat tujuan, tidak perlu lagi ke pinggir jalan besar untuk menyetop taksi. Bayarnyapun bisa pakai gawai, ga harus tunai. Kita tidak perlu khawatir lagi kemalaman di tengah jalan, karena mereka sedia setiap saat 24 jam sehari tujuh hari seminggu.
Nonton TV atau film, sudah ada remote, tinggal klik sambil tiduran langsung tayang apa yang kita inginkan. Tak perlu jauh-jauh ke bioskop, cukup buka aplikasi video, sudah tersedia apa yang mau ditonton. Suasana ala bioskop juga sudah bisa dibuat di rumah atau kantor, tinggal pasang proyektor, langsung tayang. Nontonnyapun bisa sambil ngopi atau ngetik tanpa harus mengganggu penonton yang lain.
Apalagi sekarang hampir setiap ruangan berpendingin udara, semakin lengkap sudah gaya hidup mager mendominasi kehidupan. Sepanas apapun cuaca rasanya tetap dingin di dalam ruangan. Pendingin udara ada di mana-mana, di kantor, di ruang kerja, di rumah, di kamar, di mal, bahkan di tukang pijat sekalipun. Toilet saja sekarang rata-rata sudah berpendingin udara, apa gak hebat tuh. Makanya wajar saja banyak orang betah berlama-lama di kubikel toilet padahal cuma sekedar BAB saja.
Ga punya duit, ada fintech yang siap sedia menalangi, tinggal resiko bayar bunga tinggi saja yang harus ditanggung. Kalau mau aman, tinggal telpon teman atau saudara minta transfer uang, tanpa bunga dengan jaminan kepercayaan saja. Kalau kepepet juga, bikin urunan massal lewat aplikasi tertentu untuk membantu kita, bahkan terkadang jumlah bantuannya lebih besar dari yang diperlukan.
Konsekuensinya, penyakit gara-gara mager bermunculan, mulai dari kolesterol tinggi, darah tinggi, diabetes, jantung, dan sejenisnya menjangkiti masyarakat. BPJS pun kelimpungan mengurus ribuan klaim akibat penyakit yang ditimbulkan oleh mager. Banyak orang sekarang mati muda karena penyakit-penyakit di atas, padahal usianya masih produktif, kalah dari orang-orang tua yang masih segar bugar hingga saat ini.
Itu baru penyakit fisik, lebih berbahaya lagi penyakit ingin berbelanja yang tak lagi sesuai kebutuhan tapi lebih kepada keinginan. Setiap hape baru keluar rasanya gatel kalau tidak menjadi pembeli pertama.
Godaan pre-order kadang membuat mata jadi gelap, kartu kreditpun menjadi solusinya, apalagi bila cicilan nol persen, tanpa bunga atau riba. Punya banyak uang apalagi, barangnya bukan lagi hape tapi mobil atau rumah baru dengan alasan investasi. Padahal jual mobil, apalagi rumah juga bukan hal yang mudah kalau harganya tidak jatuh.