Sudah empat kali debat berlangsung, terakhir seperti mencapai klimaksnya karena masing-masing paslon menampilkan karakter asli yang sesungguhnya.
Capres 01 kembali tampil kalem, tenang, dan lebih cenderung bertahan, sementara capres 02 tampil lebih garang, sedikit emosional, dan mulai melancarkan serangan terhadap lawannya.
Sayangnya, terutama dalam debat terakhir, masing-masing capres tidak menawarkan solusi terhadap kondisi terkini yang seharusnya perlu ditangani dengan segera.
Capres 01 terlalu berpikir ke depan dengan teknologi canggih serta industri 4.0 yang selalu digadang-gadang dalam setiap debat, padahal kita tahu bahwa belum semua pihak, terutama dari aparatur negara siap menghadapi tantangan ke depan.
Seperti pernah saya tulis sebelumnya, ibarat lokomotif shinkansen harus menghela gerbong ekonomi, banyak yang terpontang panting akibat laju kereta yang terlalu cepat.
Sementara capres 02 lebih mengenang romantisme masa lalu ketika beliau bertugas di Timtim. Perang fisik masih mendominasi pikiran beliau sehingga lupa bahwa zaman sudah berubah, perang di masa depan tidak hanya sekadar pertempuran di lapangan antar prajurit, tetapi juga persaingan bisnis antar negara besar serta perebutan sumber daya alam dalam rangka memajukan industri di negara-negara maju.
Dalam debat terakhir, tidak ada satupun calon yang mengajukan materi atau solusi mengatasi persoalan terkini yang dihadapi negara. Persoalan-persoalan tersebut antara lain:
1. Ideologi
Masing-masing capres hanya memastikan bahwa mereka adalah seorang nasionalis sejati dan tidak akan memberi tempat bagi ideologi lain untuk hidup di negeri ini. Tapi tidak ada satupun yang memberikan solusi bagaimana caranya menanamkan ideologi Pancasila sejak dini kepada warga negaranya, seperti misalnya model P4 zaman Orde Baru dulu. Padahal penanaman ideologi sangat penting di tengah maraknya ideologi baru tapi lama yang kembali tumbuh di tanah air.
2. Hubungan Internasional