Selama ini BTN dikenal sebagai bank dengan spesialisasi kredit rumah yang sering kita dengar istilah KPR-BTN. Hingga saat ini sudah jutaan keluarga menikmati rumah yang dibantu pendanaannya melalui BTN dengan cicilan yang cukup terjangkau. Di samping itu BTN juga turut menyalurkan kredit subsidi rumah melalui program FLPP yang dicanangkan pemerintah sejak belasan tahun lalu.
Dengan subsidi ini masyarakat kurang mampu bisa membayar cicilan dengan bunga hanya 5% dan besarannya tetap hingga lunas, tidak tergantung pada naik turunnya suku bunga seperti kredit rumah komersial.
Seperti saya tulis dalam artikel sebelumnya di sini, backlog rumah sudah mencapai kisaran 7 juta unit, namun di sisi lain banyak rumah justru kosong melompong menanti penyewa datang. Sementara masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terutama yang bekerja di sektor informal selalu terkendala BI checking saat hendak mengambil kredit rumah, misalnya pedagang, wirausahawan, penjual jasa profesi seperti tukang cukur, atau pekerja non formal lainnya yang sering disebut non bankable alias tidak layak memperoleh kredit bank.
Sebenarnya kalangan non bankable ini bukannya tidak punya uang atau penghasilan tidak tetap, tapi tidak memiliki bukti formil seperti slip gaji atau SIUP/TDP bagi yang memiliki usaha, serta tidak memiliki penjamin atau barang jaminan seperti sertifikat rumah atau BPKB kendaraan yang kadang juga masih disekolahkan. Padahal penghasilan mereka justru lebih besar dari karyawan tetap yang cuma mengandalkan gaji bulanan saja. Hanya karena tidak memiliki jaminan itulah yang membuat mereka tidak dapat memperoleh kucuran kredit dari bank.
Menyikapi hal tersebut, BTN menyiapkan strategi khusus untuk menjangkau kalangan non bankable tersebut. Salah satunya adalah dengan menggandeng komunitas untuk memperoleh nasabah baru. Mengapa harus komunitas? Karena di era milenial sekarang ini, dengan dukungan teknologi digital banyak generasi muda yang lebih tertarik berwirausaha ketimbang menjadi karyawan.
Di sisi lain, kemajuan teknologi digital semakin mempermudah orang untuk membentuk komunitas dalam rangka memperkuat branding bisnis mereka. Komunitas tumbuh bagai jamur di musim penghujan karena banyaknya kesamaan ide maupun usaha yang sedang dikembangkan.
Di masa depan, BTN tak bisa lagi mengandalkan karyawan tetap untuk menjadi nasabahnya karena sebenarnya justru sektor non formal yang akan tumbuh dan berkembang di masa datang. Untuk mengatasi kendala jaminan seperti dipersyaratkan, BTN menggandeng komunitas sebagai penjamin bagi para anggotanya yang akan mengambil kredit rumah, disamping persyaratan standar lainnya yang sudah ditetapkan oleh BI.
Untuk tahap awal, BTN telah menjalin kerjasama dengan komunitas Persaudaraan Potong Rambut Garut (PPRG) dan pengembang perumahan dalam menyediakan rumah bagi para tukang cukur asal Garut di kampung halamannya.
Dalam kerjasama ini telah disiapkan lahan seluas 1,5 Ha untuk 15o unit rumah tipe 30/60 dengan harga 130 Juta Rupiah di Desa Sukamukti Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut, tak jauh dari Situ Bagendit. Pihak PPRG sendiri telah mengajukan 128 anggotanya untuk memperoleh rumah subsidi tersebut, 65 diantaranya sudah lolos BI checking dan 63 lainnya sedang dalam proses melengkapi berkas.
Kerjasama ini rupanya terdengar hingga ke telinga Presiden Jokowi, dan beliau langsung memutuskan untuk meresmikan lokasi tersebut bersamaan dengan kunjungan kerja ke Kabupaten Garut pertengahan Januari lalu. Beliau tertarik karena baru pertama kali terjadi sebuah perumahan dibangun berbasis komunitas yang difasilitasi oleh BTN. Walau sempat tertunda sehari karena adanya perubahan jadwal, beliau tetap berkenan hadir meletakkan batu pertama bagi pembangunan perumahan berbasis komunitas tukang cukur di Garut. Di ulang tahun ke-69 ini, BTN telah berhasil menyalurkan kredit rumah melalui komunitas para tukang cukur asal Garut.
Kesuksesan pembangunan rumah berbasis komunitas ini diharapkan dapat memicu semangat komunitas lainnya untuk memfasilitasi para anggotanya yang belum memiliki rumah untuk segera mengambil kredit melalui BTN.