Ada yang istimewa dibalik peletakan batu pertama presiden Jokowi di perumahan Persaudaraan Pemangkas Rambut Garut (PPRG) di Kecamatan Banyuresmi Kabupaten Garut hari Sabtu (19/01/2019) lalu. Apalagi kalau bukan perumahan pertama yang berbasis komunitas, dalam hal ini paguyuban para tukang cukup Asgar alias Asli Garut. Kebanggaan warga Garut yang naik daun bahkan telah diposting oleh Kompasianer Edy Supriatna Syafei dalam artikelnya di sini.
Namun dibalik semua itu, ada cerita menarik di belakangnya bagaimana para tukang cukur tersebut akhirnya bisa memperoleh rumah bersubsidi dari pemerintah. Awalnya, para tukang cukur tersebut kesulitan memiliki rumah karena mereka termasuk golongan yang non-bankable alias belum layak memperoleh kredit karena tidak memiliki penghasilan tetap.
Padahal secara de facto justru penghasilan para tukang cukur ini malah melebihi UMR, namun karena tidak tercatat akhirnya sering kandas di depan pegawai bank yang melakukan appraisal.
Akhirnya pengurus paguyuban berinisiatif menghadap pak menteri sekaligus mengajukan proposal pembangunan perumahan di kampung mereka sendiri di Garut setelah berhasil menggandeng pengembang dan menyiapkan lahan seluas sekitar 1,5 Ha sebagai modal awal pembangunan perumahan. Mereka juga memohon agar pak menteri bersedia meletakkan batu pertama akhir tahun 2018 lalu.
Pihak bank yang biasa membiayai perumahan subsidipun akhirnya tertarik untuk menggelontorkan dananya karena melihat besarnya animo para tukang cukur yang jumlahnya mencapai sekitar 14.000 orang, dan sudah sekitar 150 orang berminat untuk mengambil rumah tersebut.
Sebagai abdi negara, kita diperintahkan untuk mencek kesiapan lokasi dan berkoordinasi dengan pemerintah setempat. Sayapun terpaksa menunda libur akhir tahun dan tidak mengambil cuti karena harus ke lapangan untuk melihat langsung apakah lokasi tersebut sudah layak untuk diletakkan batu pertama oleh menteri. Setelah survey dan koordinasi dengan pemda, kami kembali ke Jakarta dan melaporkan hasil kunjungan kepada pak menteri.
Pak menteripun segera meminta izin presiden, dan disinilah blessing in disguise-nya, rupanya pak presiden tertarik juga untuk meletakkan batu pertama sehingga acarapun berubah dari sekedar peletakan batu pertama oleh menteri menjadi presiden langsung yang akan melakukannya. Jadwalpun berubah yang semula akhir Desember menjadi pertengahan Januari, disesuaikan dengan jadwal presiden yang juga ingin berkunjung ke Garut.
Rupanya ini menjadi berkah tersendiri bagi tukang cukur karena presiden langsung turun tangan untuk membuka perumahan tersebut, tidak lagi sekelas menteri karena rencana perumahan ini merupakan perumahan pertama yang berbasis komunitas sehingga pak presiden terkesan dan tertarik untuk melakukannya sendiri.
Kamipun harus bekerja keras karena pimpinan meminta paling tidak ada unit rumah contoh yang harus ditunjukkan pada pak presiden. Hanya ada waktu dua minggu untuk menyelesaikan rumah contoh tersebut sehingga para pekerja siang malam harus menyiapkan dua rumah kopel tipe 30 yang bakal dihuni oleh para tukang cukur tersebut. Tiap hari perkembangan rumah terus dicek, sekaligus juga meng-update jadwal presiden yang juga berubah-ubah. Awalnya tanggal 11-12 Januari, namun tiba-tiba agenda berubah menjadi 18 Januari setelah acara debat capres.
Ternyata perubahan jadwal tersebut cukup menguntungkan karena ada waktu seminggu untuk menyelesaikan dua rumah tersebut. Dua hari menjelang hari H, jadwal kembali berubah semula tanggal 18 menjadi 19, sementara konsumsi dan panggung sudah terlanjur dipesan untuk tanggal 18 Januari sehingga terpaksa harus memesan makanan ringan karena waktu juga berubah dari hari Jumat sore menjadi Sabtu pagi.
Panggung dan tenda yang sudah disiapkan cukup mewahpun dipangkas, tidak ada lagi kain penutup tenda dan karpet karena presiden hanya punya waktu 20 menit saja.