Lihat ke Halaman Asli

Dizzman

TERVERIFIKASI

Public Policy and Infrastructure Analyst

Poligami Penyebab Pecahnya Sebuah Negeri di Sebelah Utara Nusantara

Diperbarui: 7 Februari 2018   18:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istana Gunung Tabur jadi Musium Batiwakkal (Dokpri)

Syahdan di sebuah negeri bernama Kesultanan Berau, seorang raja bernama Aji Dilayas berpoligami sebagaimana lazimnya para penguasa pada saat itu. Kerajaan ini awalnya menguasai wilayah yang cukup luas hingga ke Kinabatangan di Sabah, Malaysia, berbatasan dengan Kesultanan Brunei dan ke selatan dengan Kerajaan Kutai. Namun poligami ternyata tidak sekedar membuat keluarga kerajaan berantakan, tapi bahkan bisa membuat negara yang tadinya kuat kemudian pecah menjadi dua bagian, persis hikayat kerajaan Mataram yang pecah menjadi Yogyakarta dan Surakarta.

Gerbang Musium Batiwakkal (Dokpri)

Singkat cerita, masing-masing istri punya putra mahkota yaitu Pangeran Tua dari istri pertama dan Pangeran Dipati dari istri kedua. Supaya adil, maka setelah raja mangkat, anak istri tua yaitu Pangeran Tua jadi raja. Kemudian setelah Pangeran Tua mangkat, Pangeran Dipati anak istri kedua jadi raja. Jadi pergantian raja berlangsung zigzag antara keturunan dari istri pertama dan istri kedua, walaupun beberapa kali pergantian ada yang dilanggar, seperti raja Pangeran Dipati menyerahkan kekuasaan pada anaknya Aji Kuning, baru kemudian Aji Kuning menyerahkan kepada Sultan Hasanuddin yang merupakan anak dari Pangeran Tua.

Singgasana Sultan Gunung Tabur (Dokpri)

Karena seringnya terjadi pelanggaran terhadap ketentuan zigzag tersebut, akhirnya kerajaan pecah menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh Sungai Segah. Kerajaan Berau dibagi dua menjadi Kesultanan Gunung Tabur di sebelah utara dan Kesultanan Sambaliung di sebelah timur sejak tahun 1810 hingga masa kemerdekaan sebelum bergabung dengan NKRI. Setelah bergabung dengan NKRI, kedua kerajaan tersebut menjadi nama-nama kecamatan di wilayah Kabupaten Berau, Provinsi Kalimantan Timur.

Ketinting untuk Menyeberangi Sungai Segah (Dokpri)

Istana Kesultanan Gunung Tabur saat ini menjadi Museum Battiwakkal yang lokasinya berseberangan dengan pusat Kota Tanjung Redeb. Kita harus menggunakan ketinting untuk menyeberanginya. Lumayan mendebarkan juga sih naik ketinting karena gampang sekali goyang, persis naik motor kalau di daratan. Goyang sedikit, perahu bakal terbalik, tapi kalau sudah jalan perahu akan stabil menyeberangi sungai.

Dispenser Jaman Kesultanan (Dokpri)

Timbangan Bayi (Dokpri)

Di museum ini kita bisa melihat singgasana sultan yang memerintah Gunung Tabur serta berbagai benda peninggalan kerajaan lainnya. Di zaman itu ternyata sudah ada dispenser alami yang terbuat dari batu kapur untuk menyaring air. Di salah satu kamar juga terdapat ruang persalinan di mana sang ratu akan melahirkan bayinya serta ada timbangan untuk mengukur berat badan si jabang bayi.

Istana Sambaliung (Dokpri)

Sementara istana Kesultanan Sambaliung berada di seberang Sungai Segah dan bisa ditempuh dengan menyeberangi jembatan, tidak perlu menyeberangi sungai. Letaknya juga tak jauh dari kota Tanjung Redeb hanya berbeda arah saja. Di sini suasananya lebih sepi dan saat saya berkunjung pintu tertutup rapat tidak ada yang jaga, sehingga saya hanya bisa mengambil foto dari luar bangunan saja.

Dua Tiang Prasasti (Dokpri)

Bentuk istananya tidak jauh beda dengan Istana Gunung Tabur, hanya halamannya lebih sempit dan di sisi kiri kanan sudah diokupasi oleh penduduk setempat. Di samping istana terdapat dua tiang prasasti yang berisi peringatan kepada orang yang akan memasuki Istana Sambaliung agar menaati peraturan yang ditetapkan oleh sultan. Setelah berkeliling tak ada satupun batang hidung penjaga, saya memutuskan kembali ke kota untuk melanjutkan jalan-jalan keliling Tanjung Redeb.

Gerbang Istana Sambaliung (Dokpri)

Jasmerah, jangan pernah melupakan sejarah, karena sejarah bisa berulang dengan waktu dan tempat yang berbeda namun dengan pola yang sama. Kalau tidak waspada, bisa jadi kejadian tersebut terulang kembali di negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline