TransJakarta sejatinya menjadi alternatif moda transportasi umum yang cepat, tepat, dan andal serta dirancang (nyaris) bebas macet. Diharapkan keberadaan TransJakarta dapat mengalihkan pengguna kendaraan bermotor berpindah moda menggunakan transportasi umum melalui TransJakarta tersebut. Bahkan saat ini telah dibangun jembatan layang busway Petukangan-Tendean mengingat ruas jalannya sempit sehingga tidak mungkin dibangun jalur sendiri yang sejajar letaknya, agar tercapai cita-cita tersebut.
Sebelum ada TransJakarta, jalur Ciledug-Blok M boleh dibilang sudah menjadi langganan macet mulai dari Petukangan-Cipulir sampai Kebayoran Lama, kadang hingga menjelang Mayestik. Saat pembangunan jalan layang khusus busway, jalur tersebut menjadi neraka karena penyempitan dari dua menjadi satu lajur saja. Hampir selama dua tahun lebih pengguna kendaraan bermotor baik pribadi atau umum mengeluhkan macet yang luar biasa akibat pembangunan jalan layang tersebut.
Tak terasa pertengahan tahun 2017 kemarin selesai juga pembangunan jalan layang busway. Sehari setelah perayaan HUT RI jalur TransJakarta koridor Ciledug-Tendean-Blok M yang melalui jalan layang tersebut diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta. Masyarakat termasuk saya sebagai pengguna sehari-hari jalur Ciledug-Blok M tentu sangat berharap keberadaan TransJakarta dapat mengalihkan pengguna kendaraan bermotor untuk mengunakan TransJakarta dan kemacetan menjadi berkurang.
Namun setelah empat bulan lebih berjalan, ternyata kemacetan tidaklah reda. Bahkan naik TransJakarta pun tidak menjadi jaminan bebas macet, terutama dari Terminal Ciledug (Puri Beta) menuju Halte Adam Malik yang masih menggunakan jalan biasa. Saya pernah terjebak dua jam hanya untuk melintasi dua halte tersebut yang hanya berjarak tiga kilometer saja!! Selebihnya memang cepat karena TransJakarta langsung naik ke jalan layang.
Mirisnya yang terjadi menurut pengamatan saya justru perpindahan penumpang dari angkutan umum lama seperti Metro Mini S69 atau Angkot C-01 menjadi pengguna TransJakarta. Ditambah lagi sebelum TransJakarta diresmikan sudah ada feeder bus jurusan Blok M-Petukangan yang tarifnya lebih murah dari angkutan umum biasa serta berpendingin udara. Tampak sekali Metro Mini atau angkot sepi penumpang padahal terjadi pada jam berangkat kerja. Kadang-kadang mereka sengaja menutup jalan dengan melambatkan atau ngetem di tengah, mungkin sebagai demo akibat sepinya penumpang yang beralih ke TransJakarta.
Alih-alih mengalihkan pengguna kendaraan bermotor menjadi pengguna angkutan umum, justru keberadaan jalan layang TransJakarta malah menjadi predator bagi angkutan umum yang sudah lama ada. Ditambah lagi keberadaan angkutan daring (online) turut memperparah keadaan. Karena sepi penumpang, beberapa bus Metro Mini sudah tidak memakai kondektur alias kenek lagi. Sementara jalan raya tetap saja macet karena penyempitan lajur dan jumlah kendaraan yang melintas tidak juga berkurang.
Seharusnya selain membangun jalan layang, perlu dipikirkan juga para pengemudi angkutan umum lama untuk dialihkan profesinya apakah sebagai pengemudi TransJakarta atau lapangan kerja lainnya, sehingga tidak mengurangi pendapatan mereka yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Pengalihan lapangan kerja perlu diprioritaskan juga disamping pengalihan pengguna kendaraan pribadi agar tidak timbul kecemburuan sosial yang dapat memicu persoalan yang lebih besar lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H