Lihat ke Halaman Asli

Dizzman

TERVERIFIKASI

Public Policy and Infrastructure Analyst

Nikmatnya Kesasar di Tokyo

Diperbarui: 22 Oktober 2017   10:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selamat Datang Tokyo (Dokpri)

Sebenarnya kesasar itu memusingkan, namun kalau segala fasilitas tersedia semua menjadi nikmat. Setiba di bandara Haneda siang itu, saya langsung menuju Tokyo setelah menukar JR Pass yang telah dibeli sebelumnya di Jakarta. Dari bandara saya menuju pusat kota Tokyo menggunakan kereta monorail melalui stasiun Hamamatshuco, kemudian berpindah ke kereta komuter Inner Line menuju stasiun Tokyo. Namun karena menurut Google Maps hotelku lebih dekat ke stasiun Kanta, sayapun urung turun di stasiun Tokyo.

Stasiun Monorail Haneda (Dokpri)

Disinilah kesasar dimulai. Setelah turun stasiun Kanta, saya sempat kehilangan orientasi karena cuaca agak mendung dan tidak tampak sinar mentari sehingga sulit menentukan arah. Dengan mengandalkan arah rel, saya coba keluar stasiun mengikuti jalur rel ke arah stasiun Tokyo. Namun ternyata jalan ke hotel agak menyerong sehingga saya harus kembali mencari jalan lain yang sejajar arah rel. Enaknya jalan di pusat kota Tokyo berbentuk grid sehingga tidak sulit untuk menemukan hotel yang akan saya tinggali semalam.

Jalur Kereta Multi Track yang Complicated (Dokpri)

Setelah beristirahat sejenak, saya mulai jalan-jalan keliling Tokyo dengan memanfaatkan MRT. Namun jalur kereta bawah tanah di Tokyo cukup complicated sehingga agak memusingkan juga ketika harus beberapa kali ganti kereta untuk mencapai satu tujuan. Kita harus hafal nama stasiun transit pertama, kedua, dan seterusnya, serta warna kereta yang akan kita tumpangi. 

Untungnya papan petunjuk cukup jelas sehingga kita tinggal mengikuti arah sesuai petunjuk yang ada. Untuk memudahkan naik kereta sebaiknya beli kartu e-money seperti Pasmo yang bisa digunakan untuk berbagai jenis kereta dan bisa digunakan juga untuk berbelanja di tempat-tempat tertentu.

Tokyo Skytree (Dokpri)

Tujuan saya pertama adalah Tokyo Skytree yang merupakan menara tertinggi di dunia dengan ketinggian 634 m. Berbeda dengan menara kembar Petronas yang berupa gedung tinggi, Tokyo Skytree lebih merupakan struktur tiang yang menopang bangunan di atasnya. 

Sayang karena waktu sudah malam, saya urungkan niat untuk naik ke atas karena sulit mengambil foto dalam cahaya yang minim, disamping harga tiketnya juga cukup mahal yaitu 3000 Yen atau sekitar 360 Ribu Rupiah.

Pasar Tsukiji yang Tutup Malam Hari (Dokpri)

Tujuan berikutnya adalah Tsukiji Market yang saya tentukan secara acak mengingat waktu sudah semakin malam dan bingung hendak kemana. 

Untuk mencapai pasar tersebut saya harus berganti kereta tiga kali dan cukup melelahkan juga karena jarak yang cukup jauh ketika harus berpindah kereta melalui lorong bawah tanah dengan kondisi oksigen terbatas. Ternyata pasarnya tutup di malam hari, sehingga saya harus mengubah tujuan. 

Pasar itu sendiri merupakan tempat jual beli makanan laut dan disini kita juga bisa mencicipi langsung makanan laut tersebut di restoran yang masih buka. Namun harga yang sangat mahal membuat saya terpaksa menahan lapar dan melanjutkan perjalanan ke tempat lain.

Takoyaki Set Menu Makan Malam (Dokpri)

Berhubung perut keroncongan, saya mampir di sebuah kedai Takoyaki di sebuah sudut pasar. Sepiring Takoyaki berisi delapan bola yang diisi potongan cumi di dalamnya tambah segelas soft drink seharga 650 Yen atau sekitar 78 Ribu Rupiah. Cukup mahal namun apa boleh buat daripada kelaparan. Uniknya disini kita harus mengembalikan bekas makanan ke dalam kedai sendiri karena tidak ada pelayan, jadi semua self service alias melayani sendiri mulai dari mengambil makanan.

Salah Satu Sudut Ginza yang Megah (Dokpri)

Selepas makan perjalanan dilanjutkan dengan bus menuju Ginza. Disinilah saya rasakan ramahnya orang Jepang yang benar-benar menolong menunjukkan arah bus serta turun di halte ketiga secara detail mengingat di halte hanya tersedia tulisan dalam bahasa Jepang. Hingga turun beliau terus memandu saya untuk memencet bel agar bis berhenti di halte yang dituju. Itulah keramahtamahan bangsa Jepang yang masih memegang adat ketimuran walau sudah menjadi negara maju.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline