Mungkin banyak yang tidak tahu, bahwa hari ini (25 Agustus) adalah hari perumahan nasional.
Menurut sejarah yang dilansir oleh Kementerian Perumahan Rakyat dalam buku panduan Pelaksanaan Hari Perumahan Nasional Tahun 2008, pada tanggal 25 - 30 Agustus 1950 diselenggarakan kongres perumahan rakyat yang pertama, dibuka oleh Wakil Presiden M. Hatta dengan cuplikan pidatonya yang terkenal: "cita-cita untuk terselenggaranya kebutuhan perumahan rakyat bukan mustahil apabila kita sungguh-sungguh mau dengan penuh kepercayaan, semua pasti bisa....".
Kongres tersebut menghasilkan keputusan: 1) mengusulkan didirikannya perusahaan pembangunan perumahan di daerah-daerah; 2) mengusulkan penetapan syarat-syarat minimal bagi pembangunan perumahan rakyat; dan 3) mengusulkan pembentukan badan/lembaga yang menangani perumahan.
Kemudian dibentuklah Djawatan Perumahan Rakyat yang bertugas untuk membangun perumahan dengan harga di bawah harga pasar. Pada masa awal Orde Baru tahun 1974 dibentuklah Perumas untuk membangun perumahan rakyat bagi kelas menengah ke bawah seiring mulai berkembangnya kota-kota besar di Indonesia.
Seiring perkembangan zaman, permasalahan perumahan rakyat saat ini semakin kompleks. Harga rumah yang melambung tinggi mengikuti kenaikan harga tanah menjadi pemicu tingginya backlog yang mencapai sekitar 13 juta unit dan diperkirakan setiap tahun kebutuhan rumah bertambah sekitar 800.000 unit, sementara pasokan rumah tidak sampai separuhnya.
Di sisi lain ternyata banyak rumah-rumah 'hantu' yang dimiliki namun tidak dihuni dan hanya menjadi barang investasi yang semakin menghabiskan lahan yang jumlahnya tidak pernah bertambah.
Pasokan listrik yang semakin minim, apalagi dengan kondisi yang ada saja masih byar pet, turut menghambat pertumbuhan jumlah rumah. Program 30.000 MW yang dicanangkan pemerintah belum mampu mendongkrak pasokan rumah karena prosedur pemasangannya masih berbelit.
Lagipula sekarang ini untuk pemasangan baru daya terpasang dibawah 1300 Watt (450 dan 900 Watt) sudah ditiadakan, kecuali ada rekomendasi dari Kementerian PUPR untuk pengadaannya. Sementara Kementerian ESDM sendiri tidak memiliki anggaran khusus untuk subsidi pengadaan listrik di bawah 1300 Watt bagi rumah sederhana.
Perizinan juga menjadi persoalan tersendiri dalam pembangunan perumahan. Tingginya biaya perizinan, terutama yang di bawah tangan, dan lamanya waktu pengurusan menjadi hambatan pengembangan perumahan di daerah.
Walaupun Jokowi telah mengeluarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penyederhanaan Perizinan khususnya di bidang perumahan, tetap saja belum semua pemerintah daerah mendukung dalam bentuk revisi perda-perda terkait perizinan perumahan. Akibatnya harga tanah semakin mahal dan pembangunan menjadi terhambat karena lambatnya proses perizinan.
Sulitnya memperoleh kredit rumah bagi masyarakat bukan pekerja tetap juga menjadi hambatan tersendiri bagi para wiraswasta yang masih berpenghasilan rendah untuk memperoleh tempat tinggal yang layak.