Lihat ke Halaman Asli

Dizzman

TERVERIFIKASI

Public Policy and Infrastructure Analyst

Melongok Semut Berkewarganegaraan Ganda

Diperbarui: 3 April 2016   14:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Rumah Semut di Batas Negara RI-PNG (Dokpri)"][/caption]Fenomena rumah yang berdiri di batas negara seperti cerita saya sebelumnya di sini, juga terjadi di Distrik Sota, Kabupaten Merauke yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Namun kali ini bukan rumah manusia, tapi rumah semut yang terletak persis dekat patok batas kedua negara. 

Patok batas maya yang memisahkan dua negara telah menyebabkan ribuan semut yang bermukim di rumah tersebut berulang kali melintasi pagar perbatasan untuk mencari makan dan kembali berteduh. Jadi boleh dibilang semut-semut ini lebih hebat dari manusia karena punya kewarganegaraan ganda dan bebas bolak balik antar negara.

[caption caption="Gerbang Taman Nasional Wasur (Dokpri)"]

[/caption]Distrik Sota berjarak sekitar 75 Km dari kota Merauke dengan waktu tempuh sekitar satu setengah jam, melalui taman nasional Wasur yang juga terkenal dengan rumah semutnya. Hampir di sepanjang perjalanan kita melintasi hutan bakau yang diselingi oleh rumah-rumah semut yang berdiri bebas di sepanjang jalan maupun di tengah hutan. 

Agak aneh juga ternyata semut juga bisa hidup di tengah rawa-rawa di antara pohon bakau. Hebatnya tidak tampak satupun semut yang melintasi jalan, mungkin mereka sudah membuat lubang di bawah jalan sehingga tidak perlu menyeberangi panasnya aspal di siang hari. Kondisi jalannya sendiri relatif mulus sehingga bisa memacu kendaraan di atas 100 Km/jam seperti di jalan tol saja karena jarangnya mobil yang melintas.

[caption caption="Tugu Kembar Sabang - Merauke (Dokpri)"]

[/caption]Singkat cerita, saya sudah tiba di pertigaan Sota, ke kanan menuju batas sementara ke kiri menuju Boven Digoel. Ongkos ke Boven Digoel dari Merauke cukup mahal sekitar 1,2 Juta Rupiah per orang karena naik mobil 4x4 dan sulitnya bahan bakar disana, dengan waktu tempuh hampir sehari semalam. 

Di pertigaan terdapat tugu kembar Sabang-Merauke yang tampak sudah tidak terawat lagi. Dari pertigaan masih sekitar dua kilometer lagi menuju tugu batas negara dengan kondisi jalan agak sedikit rusak dan kurang terawat. Menjelang gerbang perbatasan, kita wajib lapor di pos TNI dan menitipkan KTP, kecuali bila memang niat menyeberang bisa langsung cap paspor di kantor imigrasi yang terletak di hadapan pos.

[caption caption="Selamat Jalan Indonesia (Dokpri)"]

[/caption]Setelah lapor, ternyata persis di samping gerbang batas kita dimintai uang Rp. 10.000 oleh warga setempat dengan alasan tanah batas tersebut masih miliknya. Kepemilikan tanah menjadi persoalan serius pasca ditetapkannya batas maya berupa garis lurus memanjang dari utara ke selatan, karena ternyata banyak warga Papua Indonesia memiliki tanah di wilayah Papua Nugini dan juga sebaliknya. 

Bahkan ada yang berpotongan seperti yang terjadi di Sebatik. Bedanya disini tidak tampak rumah penduduk, tapi malah rumah semut yang bertebaran di antara pepohonan di area kebun penduduk.

[caption caption="Tanah Adat di Batas Negara (Dokpri)"]

[/caption]Patok batasnya sendiri juga ada dua jenis. Pertama batas yang dibuat oleh Australia yang bersebelahan langsung dengan taman, dan patok batas yang berada di zona netral yang menjadi batas sesungguhnya antara RI-PNG. Di wilayah RI terdapat taman perbatasan yang dibangun dan dikelola dengan baik oleh Iptu Ma'ruf yang sudah bertugas di sana sejak tahun 90an. 

Di dalam taman juga terdapat warung-warung yang menjual aneka souvenir dan obat-obatan tradisional serta buah-buahan khas Papua. Saya agak terkejut karena salah seorang penjualnya berasal dari Kebumen, jauh-jauh merantau hanya untuk berjualan di perbatasan. Katanya sih, mungkin sudah takdir bisa sampai disini, daripada di Jawa sudah penuh manusia dan sulit cari kerja.

[caption caption="Patok Batas Negara di Sisi Indonesia (Dokpri)"]

[/caption]Di bagian Papua Nugini sendiri boleh dibilang tidak ada tanda-tanda apapun, hanya jalan tanah yang cuma bisa dilalui oleh kendaraan 4x4 atau motor saja, dikelilingi oleh pepohonan dan kebun yang tampak tak terawat serta tentunya ratusan rumah semut bertebaran di sepanjang garis batas. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline