Lihat ke Halaman Asli

Dizzman

TERVERIFIKASI

Public Policy and Infrastructure Analyst

Beli Kambing atau Piara Kambing?

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mumpung masih bau kambing, kayaknya segar juga bicara tentang kambing.Kambing adalah salah satu binatang yang istimewa karena masuk dalam sejarah peradaban manusia ketika bersedia menggantikan Ismail untuk menjadi kurban. Namun kambing juga menjadi hitam karena selalu menjadi tertuduh kala ada sesuatu yang salah pada diri manusia.

Di era modern yang serba materialistis ini, ada orang yang lebih suka beli kambing, ada juga yang senang piara kambing sebagai bentuk eksploitasi kejantanan sekaligus kemampuan finansial yang mumpuni. Beli kambing di satu sisi lebih efisien, tinggal bayar, disate atau gule, kenyang, selesai sudah dan aman. Tidak perlu berpikir untuk menyiapkan kandang atau mencari rerumputan. Akan tetapi namanya juga beli, salah memilih kambing bisa berakibat fatal. Penyakit mengerikan bisa tumbuh bagai kanker menggerogoti tubuh.

Di sisi lain, piara kambing jauh lebih bersih dan nyaman ketimbang beli kambing. Kalau lagi butuh tinggal ambil dari kandang, dielus-elus, bisa dimakan, bisa juga dimasukkan dalam kandang lagi. Cuma biaya pemeliharaannya lebih mahal, perlu menyiapkan kandang, rerumputan, juga perawat kambing agar tetap tampil prima saat hendak disantap. Belum lagi kalau si kambing ngelunjak minta dibelikan asesoris pemanis tubuh. Kalau sudah begini mending disate sekalian daripada dipelihara terlalu lama.

Budaya beli kambing atau piara kambing sudah tidak malu-malu lagi ditunjukkan oleh para pesohor kita. Lihat saja para terdakwa korupsi yang sedang menunggu vonis tapi selalu tampil prima dikelilingi oleh para kambing piaraannya. Atau para bandar narkoba yang cukup duduk manis menunggui kambing yang dibelikan oleh para oknum sipir penjara. Kelihatan sekali mereka malah bangga dengan para kambing yang dibeli atau dimilikinya ketimbang menutup muka menahan malu kala disorot media. Dan para kambingpun tidak kalah genitnya berkoar-koar kala dinikmati sang pesohor.

Inilah potret negeri para kambing hitam yang selalu bangga dengan anomali bukan karena prestasi. Lalu, Anda termasuk yang mana?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline