Lihat ke Halaman Asli

Dizzman

TERVERIFIKASI

Public Policy and Infrastructure Analyst

Memindahkan Pegawai Tak Semudah Mengubah Nomenklatur

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Gimana kabar Bray? Kapan nih pindahan?"  iseng-iseng aku ber-WA dengan seorang kawan di salah satu kementerian yang terkena penggabungan.

"Kenapa sih loe nanya pindahan terus? Loe boleh ambil kantor gue, meja gue, bahkan komputer gue, tapi jangan coba-coba ambil NIP gue!!!" jawab kawan tersebut dengan ketus.

Terus terang agak kaget juga menerima jawaban seperti itu, mengingat kita sudah sobatan bertahun-tahun, tapi isu pindah menjadi sensitif untuk dibicarakan. Ternyata keinginan Jokowi untuk menggabungkan kementerian atau satu dirjen ke kementerian lain tidak semudah mengubah nomenklaturnya. Hingga hari ini proses pembentukan struktur baru masih belum final untuk kementerian hasil penggabungan atau pemindahan, apalagi mutasi para pegawainya. Para pegawai di kementerian lama masih berusaha untuk tetap bertahan walaupun sudah ada perintah untuk pindah.

Dampaknya mulai terasa baik secara internal maupun eksternal. Kami yang berada di dalam otomatis lebih banyak menganggur karena belum ada job description alias Tusi yang jelas. Sementara secara eksternal dampaknya juga mulai terasa, salah satunya pemberhentian para fasilitator PNPM secara serempak per 1 Januari 2015 seperti berita disini. Saya tidak akan membahas berita tersebut lebih jauh karena alasan pemberhentian sebenarnya masih berupa rumor, tapi paling tidak menggambarkan bahwa akibat pemindahan satu direktoral jenderal berdampak pada program dan pemindahan pegawai. Begitu pula program-program lain dapat dipastikan akan terhambat akibat lambannya proses pembentukan struktur baru dan pemindahan pegawai ke tempat baru.

Memang bukan hal mudah untuk mengubah sesuatu yang telah mengakar dan mendarah daging. Paling tidak kita juga harus memikirkan nasib SDM-nya juga, tidak hanya sekedar mengubah nomenklatur di atas kertas. Para pegawai yang sudah belasan apalagi puluhan tahun menikmati hidup di kementerian lama tentu tidak mudah untuk beradaptasi kembali di kementerian baru. Apalagi bila harus ditempatkan di luar daerah tempat kediamannya, misalnya dilempar ke luar Jawa bagi para pegawai yang tinggal di Jakarta. Tentu hal ini memerlukan biaya tinggi untuk memindahkan pegawai tersebut, karena tidak hanya yang bersangkutan saja pindah, tapi juga harus dipikirkan memindahkan satu keluarga, atau bila tidak ikut pindahpun harus dipikirkan bagaimana membiayai dua dapur mereka.

Proses pemindahan yang tidak transparanpun juga dikhawatirkan bakal memicu gejolak di dalam kementerian itu sendiri. Memang terlalu jauh untuk dapat menimbulkan pembangkangan secara massal, namun bukan tidak mungkin hal tersebut terjadi bila tidak dilakukan secara hati-hati. Yang pasti, resistensi sudah mulai muncul di kalangan internal, terutama bagi pegawai yang menikmati kondisi status quo selama bertahun-tahun di sebuah kementerian. Oleh karena itu perlu dihidupkan kembali prinsip tour of duty dan tour of area agar pegawai tidak  terlalu nikmat duduk di satu kursi selama belasan bahkan puluhan tahun, tidak hanya di dalam kementerian tapi juga lintas kementerian. Semoga Pak Yuddy Chrisnandi menyadari hal ini agar tidak timbul resistensi yang berlebihan di kalangan pegawai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline