Lihat ke Halaman Asli

Dizzman

TERVERIFIKASI

Public Policy and Infrastructure Analyst

Jujurnya Pedagang Makanan di Negeri Tetangga

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14221923461460141135

[caption id="attachment_393219" align="aligncenter" width="448" caption="Kedai Sate Tusuk di Jalan Alor (Kolpri)"][/caption]

Beberapa hari belakangan ini kita dihebohkan posting di sosmed mengenai Siomay Cu-Nyuk yang dikabarkan mengandung unsur babi di dalamnya. Hingga hari ini belum ada klarifikasi dari pemilik siomay terkait dengan dagangannya yang mengandung daging babi tersebut. Demikian pula sebuah merk roti terkenal yang dikabarkan ternyata belum memperoleh sertifikasi halal dan akhirnya mencabut label halal dari produknya. Lepas benar tidaknya informasi tersebut, lagi-lagi kita perlu belajar etika berdagang makanan dari negeri tetangga.

Ketika saya dan istri yang menggunakan jilbab hendak membeli makanan sosis panggang di Jalan Alor, Kuala Lumpur, si pedagang mengingatkan jangan mengambil makanan yang tersaji di barisan bawah. Ambillah yang di barisan pertama karena berasal dari ikan atau barisan kedua yang berasal dari ayam. Demikian pula ketika berkunjung ke kedai terkenal McD***** di Macau, pelayannya mengingatkan untuk tidak memilih paket tertentu karena mengandung babi, saat melihat istri saya menggunakan jilbab. "Why?" tanya saya kepada pelayan. "Cause you're Moslem," jawab pelayan singkat.

Di negeri yang sudah kenyang, pedagang makanan berjualan bukan semata cari duit, tapi lebih kepada passion atau memang keinginan sendiri untuk berdagang. Mereka tidak semata-mata mencari keuntungan, tapi tetap menjaga etika berdagang, tahu mana yang boleh maupun tidak bagi pelanggannya. Di sini, mohon maaf, masih ada pedagang makanan yang berjualan hanya mengejar keuntungan semata, tanpa peduli halal haram bagi pelanggannya. Mereka masih lapar sehingga apapun dilakukan asal laku, seperti mengganti daging ayam jadi tikus, memakai formalin, atau pewarna tekstil, padahal bahan-bahan tersebut jelas sangat berbahaya. Etika berdagang sudah terabaikan, tak peduli pengusaha kecil atau besar. Yang dikejar hanyalah keuntungan materi saja tanpa memikirkan apakah rezeki yang diterima itu halal atau haram.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline