Lihat ke Halaman Asli

Diyarilma Anggun Ratu Innayah

MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010203

Ranggawarsita Tiga Era: Kalasuba, Katatidha, Kalabendhu, dan Fenomena Korupsi di Indonesia

Diperbarui: 31 Oktober 2024   23:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Modul Prof. Apollo

LATAR BELAKANG

Raden Ngabehi Ranggawarsita merupakan salah seorang pujangga besar yang berasal dari Jawa abad ke-19 yang karyanya tidak hanya terkenal karena keindahan sastra dan simbolisme-nya, tetapi juga karena spiritual dan pandangan filosofisnya yang mendalam terhadap kehidupan, perubahan, dan perjalanan zaman. Terlahir dengan nama kecil Bagus Burham pada tahun 1802, ia tumbuh di lingkungan Keraton Surakarta sebagai keturunan keluarga sastrawan dan bangsawan. Kakeknya, Yasadipura I, dan ayahnya, Yasadipura II, merupakan pujangga yang dihormati, sehingga dari keluarganya, Ranggawarsita memperoleh dorongan kuat untuk mempelajari sastra dan budaya Jawa klasik.

Ranggawarsita menghasilkan sejumlah karya sastra yang terkenal akan tema-tema tentang perjalanan hidup manusia, sejarah, dan perputaran zaman. Karyanya yang paling dikenal, Serat Kalatidha, berisi refleksi dan prediksi tentang masa yang penuh ketidakpastian. Ranggawarsita menguraikan pandangan tentang kondisi zaman melalui tiga fase penting: Kalasuba (masa yang penuh dengan kebaikan), Katatidha (masa yang penuh ketidakpastian), dan Kalabendhu (masa yang ditandai oleh penderitaan dan kemerosotan).  Melalui karya-karyanya ini, Ranggawarsita sering mengkritik perubahan zaman serta penurunan moral di masyarakat, khususnya pada masa transisi dari kekuasaan kerajaan menuju pengaruh colonial  dan yang dapat kita lihat pada fenomena sosial saat ini, termasuk korupsi.

Korupsi di Indonesia telah menjadi masalah berulang sejak masa kolonial hingga era modern. Praktik yang merusak sendi-sendi kehidupan ini tampak mencerminkan gambaran Kalabendhu, sebuah masa penuh tantangan yang pernah diramalkan oleh Ranggawarsita. Dengan mengaitkan pandangan Ranggawarsita tentang perputaran zaman, mulai dari Kalatidha hingga Kalabendhu, kita dapat melihat bagaimana budaya korupsi masa kini merupakan tanda krisis moral yang telah lama diingatkan oleh pujangga tersebut. Artikel ini akan mengupas lebih dalam relevansi pemikiran Ranggawarsita terhadap kondisi sosial Indonesia saat ini, khususnya dalam kaitannya dengan isu korupsi yang meluas.

Sebagai pujangga yang dipandang sangat berpengaruh, ia dijuluki "pujangga terakhir," karena karyanya dianggap sebagai salah satu pencapaian tertinggi dalam sastra Jawa klasik. Meski di akhir hayatnya ia mengalami kekecewaan karena situasi politik dan sosial yang jauh dari idealismenya, Ranggawarsita tetap dikenang melalui warisan sastranya. Selain Serat Kalatidha, beberapa karyanya yang lain, seperti Serat Sabdatama, Serat Paramayoga, dan Serat Jayengbaya, mengandung pesan moral, sosial, serta nilai-nilai spiritual. Pemikiran-pemikiran Ranggawarsita hingga kini tetap menjadi sumber inspirasi dan referensi dalam memahami dinamika sosial dan politik di Indonesia, terutama terkait dengan konsep zaman dan krisis moral.

Ranggawarsita menjelaskan perubahan zaman dalam hidup manusia melalui tiga tahapan utama, yaitu Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu. Ketiga era ini menyimbolkan dinamika moral, sosial, dan spiritual yang berubah di masyarakat. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang masing-masing era.

Modul Prof. Apollo

1. Kalasuba (Era Kebaikan)

Kalasuba, atau "era penuh kebaikan," Periode ini menggambarkan situasi masyarakat yang harmonis dan penuh kedamaian. Di era Kalasuba, nilai-nilai moral dan keadilan terpelihara dengan baik, sementara para pemimpin menunjukkan tingkat integritas yang tinggi. Ranggawarsita melukiskan Kalasuba sebagai masa yang ideal, meskipun tidak berlangsung lama. Seiring waktu, masyarakat mulai beralih dari nilai-nilai ini. Dalam konteks Indonesia, Kalasuba menggambarkan masa-masa yang diidamkan, di mana keadilan serta keteladanan kepemimpinan tetap terjaga.

2. Katatidha (Era Ketidakpastian)

Katatidha melambangkan era di mana masyarakat mulai merasakan ketidakpastian dan kebingungan akibat perubahan-perubahan sosial. Pada masa ini, muncul tanda-tanda keruntuhan nilai-nilai moral dan disorientasi di masyarakat. Ranggawarsita menggambarkan era ini sebagai masa peralihan yang mengandung keresahan, terutama ketika nilai-nilai lama mulai tersingkir oleh pengaruh dari luar. Era ini bertepatan dengan awal masuknya pengaruh kolonial, di mana sistem kekuasaan tradisional mulai tergeser, membuat masyarakat kehilangan arah dalam menghadapi perubahan yang berlangsung cepat. Di Indonesia, Katatidha dapat menggambarkan masa ketika masyarakat mulai mempertanyakan transparansi dan moralitas pemerintah, terutama karena maraknya kasus korupsi. Fenomena korupsi ini mencerminkan hilangnya arah moral di tengah masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline