Siklus ekonomi selalu bergerak naik dan turun. Ketika perekonomian naik maka BI akan menerapkan kebijakan menaikan suku bunga. Langkah ini dilakukan untuk mencegah terjadinya inflasi. Sehingga pelaku ekonomi akan cenderung menghindari pinjaman ke bank. Hal tersebut akan menurunkan tingkat investasi yang akhirnya menghambat ekspansi usaha. Nah, lalu ketika ekspansi usaha menurun maka permintaan dan panawaran juga akan ikut menurun. Perekonomian mulai melemah, maka BI akan menerapkan kebijakan untuk menurunkan suku bunga. Langkah ini dilakukan untuk menghindari deflasi. Sehingga merangsang pelaku ekonomi untuk memperoleh dana dengan biaya lebih murah. Kemudian mampu meningkatkan permintaan dan penawaran. Lalu begitu seterusnya siklus perekonomian berjalan hingga akhirnya kebijakan kolaborasi fiskal dan moneter ini disebut sebagai makroprudensial ekonomi.
Dimasa pandemic seperti saat ini fundamental negara jauh dari kata baik. Beberapa kebijakan dan stimulus pemerintah menjadi bagian skenario pendorong perekonomian. Meskipun tingkat inflasi Indonesia masih mampu ditekan namun pertumbuhan ekonomi Indonesia terancam krisis. IMF(International Monetary Fund) memprediksi pertumbuhan Indonesia sebasar -0,3 persen ditahun 2020 lebih buruk dari sebelumnya yang positif.
Adanya pelonggaran PSBB bukan sekedar euforia kembalikan roda perekonomian. Pasalnya jumlah positif terjangkit covid-19 semakin hari semakin naik. Sejalan dengan Indeks Kepercayaan Konsumen yang semakin menurun meskipun telah melewati masa karantina. Sesuai dengan laporan yang dirilis BI pada bulan Mei 2020, menunjukan jika Indeks Kepercayaan Konsumen(IKK) melemah dari bulan April 84,8 menjadi 77, 8. Hal tersebut menunjukan jika persepsi konsumen pada kondisi ekonomi cenderung pesimis.
Bayangkan saja, bagaimana jika perusahaan menggenjot hasil produksi sedangkan konsumen ragu untuk membeli produk. Apakah yang akan terjadi? Perusahaan akan mengurangi dan menurunkan jumlah produksi. Kemudian berkurangnya jumlah produksi inilah yang akan mendorong kenaikan harga dikemudian hari.
Begitu yang terjadi pada perekonomian ketika pelonggaran PSBB namun tidak diimbangi oleh tingkat optimisme belanja masyarakat. Relaksasi yang diikuti kenaikan belanja masyarakat pada kuartal III dan IV PDB akan tumbuh 1,4 persen. Sedangkan jika yang terjadi kebalikannya maka ekonomi akan melemah -1,6 persen. Sehingga negatif pada kuartal III secara teknis membuat indonesia berada pada kondisi resesi.
Maka keadaan inilah yang memicu terjadinya stagflasi. Yang secara makroekonomi diartikan sebagai keadaan inflasi dan kontraksi secara bersamaan. Dimana kontraksi mampu melemahkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pengangguran. Seperti halnya yang terjadi pada keadaan resesi ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H