Lihat ke Halaman Asli

diyan yuliasih

Mahasiswa, Pendidikan Ekonomi

Sama-sama Cetak Uang Terus-menerus, Kenapa Venezuela Terpuruk, AS Bangkit?

Diperbarui: 2 Juni 2020   09:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Amerika Serikat dan Venezuela sama-sama negara kaya secara fundamental. Venezuela kaya akan minyak. Terbukti jika negara ini memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Hingga 95% pendapatan dari ekspor minyak mampu menopang kehidupan penduduknya. 

Amerika Serikat(AS) tak perlu lagi diragukan kekayaannya. Total cadangan emas yang dimiliki AS hampir tiga perempat dari seluruh cadangan permukaan bumi. Hingga kekayaan nya tersebutlah yang menjadikan salah satu dasar penetapan dollar menjadi mata uang dunia. Namun ada keresahan yang menjadi tanda tanya ketika Venezuela mencetak uang justru menjadikan negaranya "tak berdaya". Berbeda dengan AS ketika mencetak uang malah menjadikan negaranya " Adidaya". That why?

Karena As adalah Dollar, Venezuela bukan?

Logikanya saja ketika dollar menjadi mata uang internasional. Maka itu akan menjadikan dollar sebagai standard perdagangan internasional, sekaligus alat pembayaran perbankan juga keuangan dunia. Artinya ketika dollar dicetak terus menerus maka inflasi yang akan dirasakan tidaklah pada negara Amerika Serikat(AS) saja, namun juga negara lain ikut merasakan dampaknya.

Sebut saja kuangan dan perbankan Indonesia yang belum dewasa. Dimana kebijakan yang dikeluarkan The FED akan mempengaruhi pembuatan kebijakan keuangan Indonesia. Ketika The FED menaikan suku bunganya maka Bank Indonesia akan segera melansir kebijakan-kebijakan untuk mempertahankan nilai rupiah juga menekan terjadinya inflasi bukan?

Lalu bagaimana dengan mata uang Venezuela?

Negara Venezuela begitu percaya diri dengan keberlimpahan cadangam minyak yang dimilikinya. Hingga ketika harga minyak turun ditahun 2014, mata uang Bolivar kejatuhan nilai uang nya pula. Hal tersebut terjadi karena sikap dermawan pimpinan Venezuela untuk mencetak uang terus menerus guna meningkatkan kehidupan sosial dan mengembalikan pada perekonomian semula.

Sangat disayangkan, ketika semua usahanya tersebut justru membuat negaranya menjadi semakin terpuruk. Kegiatan ekonomi pasar gelap meningkat dan Inflasi semakin tinggi. Ditambah lagi kegiatan impor dari negara lain menggunakan mata uang Bolivar terhadap Dollar semakin susah. Hal tersebut membuat Venezuela ingin segera bangun dari mimpi buruknya. Penduduknya pun sebagian sudah mulai meninggalkan Venezuela karena harga kebutuhan hidup sangat tinggi.

Poinnya adalah permintaan mata uang terhadap dollar tinggi diiringi juga perputaran yang cepat. Berbanding terbalik dengan mata uang Bolivar perputarannya tidak dinamis sehingga membuat nilainya semakin rendah. Sesuai hukum supplay and demand, semakin langka semakin mahal dan semakin berlimpah semakin tidak berharga, inilah yang dinamakan inflasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline