Judul Buku : Judul asli buku Pada Saat Merenung Hal-Hal yang Kuno. Judul terjemahan Ikan adalah Pertapa (Sebuah buku antologi puisi)
Pengarang : Pengarang asli Ko Hyeongy Reol; Penerjemah Kim Young Soo & Nenden Lilis Aisyah
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), Kota Jakarta
Tahun Terbit : 2023
Tebal : xxiii + 259 halaman
Ko Hyeong Ryeol. Beliau merupakan seorang penyair asal negeri ginseng, Korea Selatan. Penyair yang lahir di Sokcho, Provinsi Gangwon pada 1954 tersebut juga menjabat sebagai pemimpin redaksi majalah Sipyeong. Beliau telah menghasilkan dan menerbitkan buku puisi, seperti Suster Tidur Memegang Roti. Profesinya sebagai penyair tersebut membuatnya dianugerahi banyak penghargaan, salah duanya adalah penghargaan Bae Seok Prize for Literature (2006) dan penghargaan Sastra Modern 55.
Digital Library of Korean Literature mengungkapkan bahwa Ko Hyeong Ryeol memiliki bahasa puitis yang bernada hentian, seperti gumaman solilokui. Seiring bertambahnya usia, isi puisi-puisi yang dikarangnya menggambarkan dunia yang penuh dengan kesedihan dan penderitaan, tetapi juga mengekspresikan kehidupan dengan penuh kasih sayang dan pengertian. Hingga kini, buku kumpulan puisinya diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, yang berjudul Ikan adalah Pertapa. Bagi penerjemahnya, "Puisi-puisi penyair Ko Hyeong Ryeol sebenarnya bagai satu lampu yang memancarkan cahaya ke berbagai arah. Setiap satu puisi tidak selalu hanya memiliki satu maksud. Setiap tanda memiliki makna ke berbagai arah. Betapa kayanya." -Nenden Lilis Aisyah.
Buku Ikan adalah Pertapa merupakan kumpulan puisi dwibahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Korea) dengan jumlah enam puluh puisi di dalamnya. Puisi-puisi tersebut memiliki kecenderungan tema arti kehidupan dari objek-objek sederhana, seperti kentang, ikan teri, rumput, ombak, kereta listrik, kucing, bintang, awan, debu, aronia berry, kodok sawah, dan sebagainya. Sebuah pemikiran penyair Ko terhadap kehidupan dituliskannya dalam puisi "Ikan Teri" yang berbunyi Bersyukur tak ada dunia setelah mati/Bagiku/Kehidupan tak ada kompensasi/Kematian bukan pengecualian dan bukan pintu keluar// ("Ikan Teri", Ryeol, hlm. 28). Dari puisi tersebut, tampak jelas bahwa penyair Ko berpikir betapa berartinya kehidupan. Maka sepatutnyalah dirinya bersyukur, dan saya terkesan dengan hal itu.
Berbicara mengenai pengungkapannya, penyair Ko menggunakan aku lirik di dalam puisinya. Seperti yang ia tulis dalam puisi "Dua Ekor Kucing", Di mana pun dia berada, seekor kucing itu tidak mirip denganku ("Dua Ekor Kucing", Ryeol, hlm. 30). Diksi pada puisi-puisinya dipilih dengan cermat.
Bahasa yang dipakainya cukup kolokial, tetapi ada juga kosakata yang tidak familier bagi pembaca. Namun, sangat wajar mengingat terjemahan puisi-puisinya sudah pasti telah melalui pemilahan diksi-diksi yang paling dekat dengan makna sesungguhnya dalam Bahasa Korea.