Lihat ke Halaman Asli

diyah meidiyawati

tinggalkan jejak kebaikan lewat tulisan

Prestasi Tak Harus Juara

Diperbarui: 5 September 2023   09:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumen pribadi

Sobat, bila mendengar kata ‘prestasi’, satu hal yang langsung auto masuk dalam benak kita adalah medali, piagam penghargaan, piala dan bahkan sejumlah uang tunai. Tak sedikit pula yang beranggapan bahwa prestasi selalu identik dengan nilai dan peringkat sekolah, IPK tinggi dengan predikat cumlaude bahkan pula nominal fatastis di tempat kerja yang bonafide.

Bukan pula hal yang salah jika prestasi kerapkali diukur dengan juara dan angka. Namun, bagaimana apabila usaha keras seseorang masih belum atau bahkan tidak mencukupi angka ataupun nominal yang sudah ditetapkan sebagai standar prestasi? So sorry for that. 

Prihatin juga,kan?

Apakah Sobat termasuk dari mereka yang selalu beranggapan bahwa ukuran prestasi adalah angka-angka? Lantas apakah Sobat masih menganggap bahwa prestasi itu harus mendapatkan ranking? Jika dalam mindset  Sobat masih membenarkan hal itu, artinya Sobat masih berpatokan pada angka-angka urutan juara.

Ada banyak definisi dari prestasi bila kita menggunakan search engine – mesin pencari. Hampir semua definisi itu merujuk pada proses belajar siswa dalam meraih prestasinya.

Dalam Wikipedia, Ensiklopedia bebas, disebutkan bahwa prestasi adalah hasil dari usaha. Selanjutnya diperjelas pula  bahwa prestasi diperoleh dari usaha yang telah dikerjakan.

Bertolak dari definisi umum yang dikutip dari Wikipedia, Ensiklopedia bebas itulah, penulis mengartikan bahwa prestasi tidaklah selalu mendapatkan juara ataupun peringkat tertentu.  Prestasi adalah hasil dari proses upaya yang dikerjakan. Bila hal yang dilakukan diiringi dengan niat dan proses baik, tentulah hasil yang didapatkan juga baik. Inilah prestasi sebenarnya.

Sebut saja seorang siswa yang memiliki habit bangun kesiangan sehingga selalu datang terlambat. Bangun siang dan datang terlambat  sudah menjadi langganan sehingga guru dan orang tua turun tangan untuk melatih kedisiplinannya. Niat baik beserta upaya positif yang dilakukan orang tua beserta guru lambat laun akan menjadikan anak tersebut menjadi siswa yang selalu datang ke sekolah on time bahkan in time.

Contoh lain adalah seorang guru Bahasa Inggris yang menginginkan para siswanya menguasai perubahan irregular verbs pada present dan past tense. Bukan perkara mudah untuk menjadikan peserta didiknya memahami kata kerja dalam Bahasa Inggris yang belibet itu ditambah lagi dengan intake dan motivasi siswa yang rendah. Namun dengan usaha keras akhirnya usaha guru itu berbuah manis. Anak didiknya perlahan mulai bisa memahami kata kerja tak beraturan tersebut.

Lain halnya dengan seorang penulis pemula dengan skill yang masih biasa-biasa saja. Ia tidak pernah berhenti belajar dan terus menulis meskipun viewer-nya masih sedikit. Saat ada lomba di event menulis, tak jarang ia ikut serta meskipun juara tak kunjung diperolehnya. Yang dilakukannya hanyalah menulis. Ketekunan menulis akhirnya mengantarkan dirinya menjadi penulis profesional yang bukunya diminati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline