“Pening, Bu Idah?’’ Bu Salis menegur rekan sejawatnya.
“Iya, nih Bu…tambah lagi form proposal keuangan bantuan ini lebih ribet dari yang sebelumnya.’’ Bu Idah memijit pelipisnya.
“Dead line-nya kapan, sih Bu Idah?’’
“Lusa, Bu Salis…tapi saya harus memastikan kesesuaian item dan anggaran sesuai juknis…jadi meminimalisir kesalahan.’’
“Gitu itu, si Bos tahu kesulitan Bu Idah?’’
“Hmmm…lucu juga ekspresi Bu Salis…buat saya auto ngakak, loh Bu.’’ Bu Idah pun tertawa cukup keras, begitu juga Bu Salis.
“Eh, Bu, kira-kira nih…si Bos tahu nggak isi juknis itu?’’ Bu Salis tampaknya masih belum terpuaskan dengan jawaban bu Idah.
“Yaaa jelasss…nggak tahu dong, Bu Salis!’’
Kembali ruangan guru itupun riuh.
“Lah, terus tahunya apa si Boss?’’ Bu Nisa yang semula hanya menjadi pendengar dengan modal senyum ala brand pasta gigi akhirnya ikutan nimbrung setelah menyelesaikan tugas koreksinya.
“Tahunya ijin terus dengan alasan sa…kit…kan… aku yang nulis absennya…kemarin pusing…kemarinnya kemarin diare…kemarinnya kemarin kemarin lagi sariawan dan kedinginan…pokoknya sakit melulu tuh, si Bos.’’ Keterangan bu Salis sungguh membuat seisi ruangan yang hanya terdiri dari tiga orang saja mendadak riuh. Beruntung ini masih jam istirahat sehingga suara di ruangan itu tersamar dengan kebisingan di luar.