Untuk menjaga kesehatan, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah asupan nutrisi yang kita konsumsi. Salah satu sumber nutrisi yang diperlukan tubuh adalah sayuran. Selama ini, yang selalu ada dalam benak kita tentang sayuran adalah semua dedaunan hijau. Namun, ada pula sayuran dalam bentuk bunga yang juga kerapkali dijadikan hidangan penggugah selera dan tentunya bergizi.
Sebut saja namanya purot. Bagi masyarakat Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, purot acapkali diolah menjadi masakan lodeh, ataupun tumisan. Berdasarkan referensi, purot adalah bunga dari temulawak, tanaman obat berbentuk rimpang yang memiliki nama latin curcuma zanthorrhiza. Di Bojonegoro, bunga purot tidak bisa dikonsumsi setiap saat karena temulawak biasanya berbunga di bulan Desember -- Januari, di saat intensitas hujan turun cukup tinggi.
Bunga temulawak ini -- purot- keluar dari rimpangnya atau dari sisi batangnya setelah tanaman cukup dewasa. Biasanya, tanaman temulawak ini hidup di tempat-tempat yang teduh dan terlindung dari sinar matahari. Di kawasan Bojonegoro, purot banyak dijumpai di bawah rindangnya naungan pepohonan jati. Warna bunganya adalah kuning muda di bagian bawah dan pink keunguan di puncaknya. Saat belum mekar, bentuk purot sekilas mirip dengan jagung . Namun, ketika mekar, seluruh kelopak bunga yang kuncup akan terbuka. Sekilas bunga ini seperti bunga hias karena memang warnanya yang elok.
Pada awalnya, saya tidak mengetahui jika bunga dari rimpang ini bisa dijadikan altenatif bahan memasak lebih tepatnya lagi sebagai bahan campuran masakan. Namun, ketika seorang kawan memberikan masakan lodeh purot, saya mulai membuktikan bahwa bunga ini layak dimakan. Isi sayur lodeh ini tidak purot saja, ya. Ada beberapa bahan yang bisa dijadikan partner , diantaranya rebung, kacang panjang, tempe ataupun tahu.
Saat saya mencobanya, hal awal yang saya rasakan seperti minum jamu. Pelan-pelan, akhirnya saya menikmati dan mengakui bahwa bunga ini layak juga dijadikan pendamping nasi. Lantas, apakah kandungan nutrisi yang ada pada purot?
Banyak referensi yang memuat tentang manfaat temulawak baik untuk menjaga kesehatan ataupun untuk pengobatan. Sedangkan tentang kandungan gizi purot, saya masih belum menemukan referensi yang membahasnya secara detil karena bisa jadi purot ini tidak se-famous bunga turi dan bunga pepaya. Namun, berdasarkan pengalaman mereka yang terbiasa menjadikan purot sebagai menu keseharian, badan mereka terasa hangat selepas mengonsumsinya. Saya pun merasakan hal yang sama.
Hal yang masuk akal bila sensasi hangat yang dirasakan tubuh setelah mengonsumsi purot itu berasal dari temulawak itu sendiri. Bukankah purot tumbuh di rimpang temulawak? Sedangkan sudah banyak data yang menunjukkan bahwa salah satu khasiat temulawak bisa menghangatkan tubuh. Jadi dapat disimpulkan bahwa purot memiliki kebaikan yang sama dengan rimpangnya-temulawak. Namun, untuk menguji manfaat purot yang sebenar-benarnya memang masih diperlukan penelitian ilmiah lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang valid.
Lalu, apa nama lain untuk purot di tempat Sahabat Kompasianer? Apakah bunga ini juga dikonsumsi seperti di tempat saya? Ataukah ada menu olahan purot selain lodeh dan tumisan? Apapun nama dan hasil olahan bunga purot di tempat Sahabat Kompasianer, yang pasti para pendahulu kita adalah orang-orang yang kreatif dan inovatif. Mereka menciptakan warisan kuliner yang masih bertahan hingga saat ini.
Bila kita renungkan lebih dalam lagi, kekayaan alam ini termasuk tanaman beserta bunganya adalah anugerah luar biasa yang diberikan Tuhan. Ditumbuhkannya duo temulawak dan purot semata untuk memberi kebaikan untuk makhlukNya, utamanya manusia. Semoga tulisan sederhana ini bisa memberikan sedikit insight tentang purot, si pink keunguannan elok penghangat badan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H