Lihat ke Halaman Asli

Aren yang Manis tapi Bernasib Tragis

Diperbarui: 25 Maret 2017   03:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

Banjarnegara mempunyai pesona alam tersendiri. Salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang menawarkan puluhan wisata alam nan eksotis ini mampu menyedot ribuan turis untuk berbondong-bondong mengunjunginya. Sebut saja Kawasan Dieng di Desa Batur yang menawarkan Dieng Culture Festival setiap awal Agustus. Kita beralih dari kawasan Dieng, menuju kecamatan Kalibening yang menawarkan pesona alam kebun teh. Sisi selatan Kalibening yang telah menjadi sebuah kecamatan tersendiri memiliki lokasi nan eksotis. Selain kebun teh, banyak pepohonan aren yang tumbuh di hutan yang menjadi mata pencaharian warga setempat.

Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten penghasil gula aren di Jawa Tengah. Kecamatan Pandanarum menjadi pusat produksi gula aren dengan harga Rp 18.000,- hingga Rp 22.000,- tiap kg.

Kabupaten Banjarnegara terletak di antara 7°12′ LU–7°31′ LS dan 109°29′ BB–109°45’50″ BT. Iklim Pandanarum diklasifikasikan sebagai iklim tropis. Pandanarum memiliki sejumlah besar curah hujan sepanjang tahun, berlaku bahkan untuk bulan terkering. Klasifikasi iklim Koppen-Geiger adalah Af. Suhu rata-rata tahunan di Pandanarum adalah 21.3 °C. Curah hujan rata-rata adalah 4.165 mm/tahun (Climate-data.org 2016), dengan jenis tanah podsolik merah kuning.

Menurut sejarah, aren merupakan tanaman asli Indonesia. Aren termasuk salah satu jenis tumbuhan palma yang tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia di 14 provinsi, yaitu Papua, Maluku, Maluku Utara, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Kalimantan Selatan, dan Aceh, dengan total luas areal sekitar 70.000 Ha.

Aren memiliki fungsi produksi menghasilkan berbagai komoditi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan berpotensi ekspor jika diusahakan secara serius, karena seluruh bagian pohon dapat diolah menjadi berbagai produk pangan dan non pangan. Nira diolah menjadi gula, minuman palm wine, nata de pinna, dan bioetanol, buah yang belum matang untuk kolang-kaling, batang menghasilkan tepung apabila niranya tidak disadap dan tepung diolah menjadi sohun, hung kwe, aren mutiara, dan sebagai bahan baku pembuatan edible film. Kayu digunakan sebagai bahan baku pembuatan mebel, daun untuk pembuatan atap, dan lidinya untuk dibuat sapu. Ijuk diolah menjadi produk kerajinan, serta akar dapat digunakan sebagai obat herbal karena mengandung senyawa-senyawa sekunder seperti saponin, flavonoid, dan polifenol (PERMENTAN 2013). Aren memiliki fungsi konservasi, karena dapat digunakan untuk pengendalian tata air tanah. Perakaran yang dangkal dan melebar sangat bermanfaat untuk mencegah terjadinya erosi tanah. Daun yang cukup lebat dan batang yang tertutup dengan lapisan ijuk sangat efektif untuk mengurangi air hujan yang langsung ke permukaan tanah. Oleh karena itu, aren dapat mencegah terjadinya erosi.

Wilayah Banjarnegara hampir setiap tahun terjadi longsor. Salah satunya akibat penggundulan pepohonan di hutan, dan banyak pohon aren pun yang berkurang drastis. Menurut banyak sumber yang valid, banyak petani yang menjual pohon aren kepada pengepul dengan harga Rp 300.000,- hingga Rp 400.000,- tiap pohon. Batang pohon tersebut dibawa ke Kabupaten Klaten, Jawa Tengah untuk diambil pati arennya. Padahal sudah jelas ada peraturan pemerintah untuk melindungi pohon aren karena termasuk pohon industri yang tertuang pada Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 511/Kpts/PD.310/9/2006 Tentang Jenis Komoditi Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Dan Direktorat Jenderal Hortikultura dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 2001 Tentang Bidang/Jenis Usaha Yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil Dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah Atau Besar Dengan Syarat Kemitraan.

Pohon aren mempunyai masa sadap yang berbeda-beda, yaitu 3-8 bulan setiap tahunnya. Selama tunggu sadap aren, para petani beralih profesi menjadi petani hutan dengan menanam komoditi pangan dan hortikultura. Selain krisis pohon aren, krisis generasi penerus petani juga ada disana. Para pemuda banyak yang keluar desa untuk menjadi buruh pabrik atau bangunan di kota-kota besar. Semoga ada tindakan nyata dari pemerintah dan masyarakat itu sendiri dalam menghadapi krisis pohon aren produktif dan generasi penerusnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline