Lihat ke Halaman Asli

Divya Anggia

Mahasiswa

Membaca Fiksi: Membuang-buang Waktu atau Memperkaya Diri?

Diperbarui: 6 Juni 2024   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Membaca merupakan gerbang ilmu dan jendela dunia. Melalui buku, kita dapat menjelajah berbagai pengetahuan. Namun, di antara ragam jenis buku, karya fiksi terkadang dipandang sebelah mata. Di era digital yang berkembang seperti saat ini, karya fiksi dibanjiri informasi instan, bahwa membaca fiksi sering dianggap membuang waktu dan tidak menghasilkan manfaat nyata.

Saya berpendapat bahwa membaca fiksi justru memiliki segudang manfaat yang tak ternilai. Fiksi bukan sekadar hiburan semata, tetapi juga sarana untuk memperkaya diri dan memperluas wawasan. Fiksi, jauh dari membuang-buang waktu, sebetulnya membuka jendela menuju dunia yang tak terbatas, menawarkan segudang manfaat bagi pembacanya. Bahkan sesederhana memperkaya kosa-kata. Dengan fiksi kita jadi tahu berbagai pengalaman, padahal tidak kemana-kemana.

Disisi lain, membaca fiksi membuka gerbang imajinasi dan kreativitas. Kita diajak menyelami dunia yang tak terbayangkan, menjelajahi berbagai perspektif, dan merasakan emosi yang beragam. Hal ini melatih otak untuk berpikir kritis dan analitis, lebih dari itu, fiksi juga menumbuhkan empati dan kecerdasan emosional. Kita belajar memahami sudut pandang orang lain, merasakan kebahagiaan dan kesedihan mereka. Membaca fiksi membantu kita untuk menjadi individu yang lebih toleran, peka, dan berwawasan luas.

Beberapa orang mungkin berargumen bahwa membaca fiksi tidak relevan dengan dunia nyata. Mereka beranggapan bahwa cerita fiksi hanya khayalan dan tidak memiliki manfaat yang benar-benar nyata. Menjudge bahwa cerita fiksi tak lebih baik dan lebih bermanfaat daripada nonfiksi, padahal nyatanya ada segudang manfaat dari membaca karya fiksi untuk kehidupan sehari-sehari.

Akan tetapi, anggapan tersebut keliru. Banyak karya fiksi yang berangkat dari realitas dan mengangkat isu-isu sosial yang penting. Sebagai contoh, novel "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata mengangkat kisah inspiratif tentang perjuangan anak-anak di Belitung untuk menggapai mimpi di tengah keterbatasan. Novel ini tidak hanya menghibur, tetapi juga menggugah semangat dan mengingatkan kita tentang pentingnya pendidikan.

Membaca fiksi bukan tentang membuang waktu, melainkan investasi untuk masa depan. Dengan membuka diri terhadap dunia fiksi, kita membuka diri terhadap ilmu, pengetahuan, dan pemahaman yang lebih luas. Membaca fiksi adalah langkah untuk memperkaya diri, memperluas wawasan, dan menjadi individu yang lebih bermakna bagi dunia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline